Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sukuk Global Ramai Peminat, Pemerintah Bisa Tambah Frekuensi Penerbitan?

Hasil penawaran sukuk global sebesar US$3 miliar mencerminkan minat investor yang masih cukup tinggi terhadap sukuk keluaran Indonesia.
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo

Bisnis.com, JAKARTA – Rendahnya imbal hasil (yield) dalam penawaran sukuk global membuka peluang penambahan frekuensi penerbitan surat utang sejenis. Kendati demikian, pemerintah diminta untuk tidak terlalu mengandalkan penerbitan utang global seiring dengan peningkatan rasio utang.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan, hasil penawaran sukuk global sebesar US$3 miliar mencerminkan minat investor yang masih cukup tinggi terhadap sukuk keluaran Indonesia.

Ia mengatakan, catatan ini melanjutkan tren positif pada penerbitan Samurai Bonds bulan lalu. Penerbitan Samurai Bonds pada akhir Mei lalu berhasil mencetak benchmark size sebesar 100 miliar yen Jepang atau sekitar Rp13,22 triliun dari enam seri yang diterbitkan yaitu seri RIJPY0524, RIJPY0526, RIJPY0528, RIJPY0531, RIJPY0536 dan RIJPY0541.

Menurut Ramdhan, salah satu faktor pendukung tingginya animo investor terhadap sukuk Indonesia adalah tren historis pemerintah yang cukup baik. Ia memaparkan, sejak menerbitkan obligasi dan sukuk global, Indonesia belum pernah mencatatkan gagal bayar (default).

“Hal ini membuat investor yakin terhadap prospek sukuk global ataupun obligasi global yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia,” jelasnya saat dihubungi pada Kamis (3/6/2021).

Selain itu, minat investor juga ditopang oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang relatif optimal ditengah pemulihan ekonomi dari pandemi virus corona. Hal tersebut terlihat dari sejumlah indikator seperti tingkat inflasi yang stabil, nilai rupiah yang cenderung menguat, dan indeks manufaktur yang mencatat rekor beberapa waktu lalu.

“Rating utang yang terjaga juga semakin meningkatkan keyakinan investor untuk masuk dan membeli sukuk global ini,” lanjutnya.

Kondisi fundamental yang baik juga berdampak pada imbal hasil (yield) yang ditetapkan pemerintah dalam penawaran sukuk global kali ini. Pemerintah berhasil mencatatkan imbal hasil (yield) terendah sejak penerbitan sukuk global perdana pada 2009 lalu.

Ramdhan menjelaskan, rendahnya imbal hasil yang didapatkan akan berimbas positif bagi upaya penerbitan sukuk global selanjutnya. Pemerintah Indonesia dapat menekan biaya penerbitan (cost of fund) dalam penerbitan sukuk global kedepannya sehingga tidak menimbulkan efek negatif dalam kemampuan membayar utang negara.

Kendati demikian, Ramdhan juga mengingatkan rasio utang pemerintah yang mulai menunjukkan kenaikan. Ia memaparkan, bila dibandingkan dengan 2 – 3 tahun lalu, rasio utang pemerintah menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan.

Menurut Ramdhan, pemerintah harus memantau laju kenaikan rasio tersebut dengan seksama. Apabila pemerintah tidak dapat mengendalikan pergerakan rasio utang, maka hal tersebut dapat mengancam kemampuan negara dalam membayar utang.

“Karena investor juga akan memperhatikan hal-hal tersebut sebelum memutuskan masuk ke pasar sukuk Indonesia,” jelasnya.

Oleh karena itu, Ramdhan mengingatkan pemerintah untuk tidak terlalu bergantung pada penerbitan obligasi atau sukuk global. Ia menyadari pemerintah membutuhkan pendanaan yang cukup besar untuk memulihkan perekonomian dari dampak pandemi virus corona.

“Memang cara untuk mendapatkan pembiayaan yang efektif saat ini adalah melalui utang. Kita lihat pemerintah juga masih kesulitan menggenjot penerimaan pajak,” ujar Ramdhan.

Di sisi lain, Ramdhan mengatakan pemerintah perlu menjaga rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Ia merekomendasikan pemerintah untuk tetap melakukan diversifikasi dalam pembiayaan utang.

“Menurut saya, skenario pembiayaan utang pemerintah saat ini dengan sekitar 25 persen penerbitan obligasi global dan 75 persen melalui lelang domestik harus tetap dijaga,” pungkasnya.

Sebelumnya, pemerintah Indonesia berhasil menghimpun dana US$3 miliar dari penerbitan sukuk global berdenominasi dolar AS.

Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Dwi Irianti Haningdyah menyampaikan pemerintah menerbitkan tiga seri sukuk global.

Seri pertama dengan tenor 5 tahun mengumpulkan dana US$1,25 miliar dengan imbal hasil (yield) 1,5 persen. Seri kedua bertenor 10 tahun memiliki yield 2,55 persen dengan total penjualan US$1 miliar.

Terakhir, seri ketiga dengan tenor 15 tahun menghimpun dana US$750 juta dengan imbal hasil 3,55 persen. Khusus seri ketiga, sukuk tersebut merupakan Green Sukuk yang memiliki penggunaan khusus untuk mendukung proyek hijau.

“Yield semua tenor sukuk global merupakan yang terendah selama penerbitan Global Sukuk sejak 2009,” jelasnya saat dihubungi pada Kamis (3/6/2021).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper