Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setelah Istirahat Sepekan, Harga Tembaga Kembali Reli

Reli harga tembaga dan komoditas logam industri lainnya terhenti pada pekan lalu setelah upaya pemerintah China untuk mengendalikan harga.
Gulungan kabel tembaga di pabrik Uralelectromed OJSC Copper Refinery yang dioperasikan oleh Ural Mining and Metallurgical Co. di Verkhnyaya Pyshma, Rusia, Selasa (7/3/2017)./Bloomberg-Andrey Rudakov
Gulungan kabel tembaga di pabrik Uralelectromed OJSC Copper Refinery yang dioperasikan oleh Ural Mining and Metallurgical Co. di Verkhnyaya Pyshma, Rusia, Selasa (7/3/2017)./Bloomberg-Andrey Rudakov

Bisnis.com, JAKARTA – Setelah mencatatkan koreksi mingguan pertamanya pekan lalu, harga tembaga kembali menguat di tengah kekhawatiran terhadap pasokan dari Chile dan permintaan dari China.

Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (17/5/2021), harga tembaga pada London Metal Exchange (LME) sempat naik hingga 1,1 persen di level US$10.350 per metrik ton pada perdagangan di Shanghai, China.

Reli harga tembaga dan komoditas logam industri lainnya terhenti pada pekan lalu setelah upaya pemerintah China untuk mengendalikan harga. Hal tersebut dilakukan guna menenangkan pasar akan munculnya kenaikan inflasi global.

Adapun, komoditas yang dijuluki sebagai kompas perekonomian dunia tersebut mencatatkan rekor harga tertinggi sepanjang sejarah pada 10 Mei lalu sebesar US$10.747,50 per metrik ton. Lonjakan tersebut ditopang oleh terganggunya rantai pasokan global dan gelontoran stimulus dari sejumlah negara yang memicu kenaikan permintaan.

Laporan dari Jinrui Futures Co., menyebutkan tingkat permintaan di China, konsumen tembaga terbesar di dunia, terpantau mengalami pemulihan setelah koreksi harga. Hal ini mengindikasikan adanya kenaikan premi pada pasar spot tembaga domestik.

Selain itu, data industri China pada April juga menunjukkan rekor produksi untuk sektor alumunium dan baja, di tengah melambatnya pemulihan ekonomi di Negeri Panda Tersebut.

Sementara itu, sebanyak 97 persen pekerja tambang BHP Group di Santiago, Chile menolak penawaran gaji terakhir yang diberikan perusahaan dan memilih mogok kerja. Kini, para penambang memiliki hak untuk melibatkan pemerintah dalam proses mediasi yang dapat berlangsung selama 10 hari.

Meski aksi mogok kerja memunculkan potensi terganggunya proses produksi, BHP kemungkinan akan memilih untuk mengambil pekerja pengganti agar kegiatan operasional dapat tetap berjalan.

Laporan Analis Morgan Stanley, Susan Bates pada Senin (17/5/2021), menyebutkan, sejumlah komoditas dinilai telah melampaui level harga yang dapat dijustifikasi oleh kondisi fundamentalnya.

Bates menjelaskan, harga-harga komoditas mencatatkan reli terkuat dalam periode 12 bulan sejak pertengahan 1970an silam, seiring dengan tekanan inflasi. Meski demikian, ia menilai faktor risk and reward pada sentimen ini perlahan mulai melandai.

Bates melanjutkan, pihaknya melihat risiko downside akan semakin besar mendekati akhir tahun ini pada sejumlah komoditas. Meski demikian, titik balik reli komoditas tersebut masih sulit dipastikan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper