Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Asia Menguat, IHSG Mantap Menghijau

IHSG ditutup menguat 0,25 persen atau 15,86 poin ke level 5.974,48 setelah berderak dalam kisaran 5.953,94-5.981,90.
Pekerja melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (1/2/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pekerja melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (1/2/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks saham gabungan (IHSG) berhasil mempertahankan penguatan hingga akhir perdagangan hari ini, Rabu (28/4/2021).

Berdasarkan data Bloomberg, IHSG ditutup menguat 0,25 persen atau 15,86 poin ke level 5.974,48 setelah berderak dalam kisaran 5.953,94-5.981,90.

Sebanyak 242 saham menguat, 222 saham melemah, dan 258 saham lainnya ditutup stagnan.

Saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) menjadi pendorong utama penguatan indeks setelah ditutup menguat 4,49 persen ke level Rp10.475 per saham. Sementara itu, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) ditutup menguat 2,07 persen.

Volume perdagangan hari ini mencapai 20,04 miliar saham dengan nilai mencapai Rp9,67 triliun. Investor asing masih mencatatkan jual bersih atau net sell senilai Rp476,4 miliar.

Saham PT Astra International Tbk (ASII) menjadi sasaran jual investor asing dengan total net sell sebesar Rp168,3 miliar, disusul PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) TBk (BBRI) dengan net sell Rp135,5 miliar.

IHSG menguat sejalan dengan mayoritas bursa saham lainnya di Asia setelah imbal hasil obligasi Treasury AS stabil menjelang keputusan kebijakan Federal Reserve.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang ditutup menguat masing-masing 0,21 persen dan 0,29 persen, sedangkan indeks Shanghai Composite menguat 0,42 persen. Di sisi lain, indeks Kospi Korea Selatan melemah 1,06 persen.

Imbal hasil obligasi naik tipis di perdagangan Asia setelah aksi jual besar-besaran di jam perdagangan AS mendorong imbal hasil 10-tahun di atas level 1,6 persen.

Imbal hasil obligasi naik karena pasar menunggu pembaruan pada stimulus pemerintah dan bank sentral. Presiden AS Joe Biden akan berpidato di depan Kongres dan The Fed diperkirakan tidak mengubah kebijakan moneternya.

Investor mengamati tanda-tanda bahwa bank sentral menarik kembali pembelian aset karena ekonomi mulai pulih dan tekanan harga meningkat, meskipun ada kekhawatiran bahwa penarikan dukungan bank sentral dapat memicu volatilitas suku bunga global dan aset berisiko.

“Kami pikir kenaikan inflasi sebagian besar bersifat sementara,” ungkap kepala investasi Inggris di UBS Global Wealth Management, Caroline Simmons, seperti dikutip Bloomberg.

"Ketika kita berpikir tentang apa yang mendorong inflasi, harga komoditas meningkat dan ada ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran. Saat kita keluar dari pandemi, hal itu akan pulih dengan sendirinya," lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper