Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aksi Jual Obligasi AS Mereda, Mayoritas Bursa Asia Menguat

Indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang ditutup menguat masing-masing 0,21 persen dan 0,29 persen, sedangkan indeks Shanghai Composite menguat 0,42 persen.
Bursa Asia/ Bloomberg.
Bursa Asia/ Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas bursa saham Asia menguat setelah bergerak dalam rentang sempit pada perdagangan hari ini, Rarbu (28/4/2021) karena imbal hasil obligasi Treasury AS stabil menjelang keputusan kebijakan Federal Reserve.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang ditutup menguat masing-masing 0,21 persen dan 0,29 persen, sedangkan indeks Shanghai Composite menguat 0,42 persen.

Di sisi lain, indeks Kospi Korea Selatan melemah 1,06 persen.

Bursa berjangka Eropa dan AS naik tipis karena investor mencerna laporan pendapatan terbaru, setelah pelemahan saham Tesla Inc. dan emiten berkapitalisasi besar lainnya membebani bursa Wall Street.

Imbal hasil obligasi naik tipis di perdagangan Asia setelah aksi jual besar-besaran di jam perdagangan AS mendorong imbal hasil 10-tahun di atas level 1,6 persen. Lonjakan harga komoditas termasuk tembaga dan gandum terhenti, tetapi telah mengipasi kekhawatiran tentang tekanan harga.

Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan reli lebih lanjut selama enam bulan ke depan karena ekonomi global pulih dari pandemi.

Sementara itu, dolar AS melanjutkan kenaikan, sedangkan dolar Australia turun setelah data inflasi yang lebih lemah dari perkiraan memperkuat pandangan bahwa normalisasi kebijakan moneter akan tertinggal di belakang Fed.

Imbal hasil obligasi naik karena pasar menunggu pembaruan pada stimulus pemerintah dan bank sentral. Presiden AS Joe Biden akan berpidato di depan Kongres dan The Fed diperkirakan tidak mengubah kebijakan moneternya.

Investor mengamati tanda-tanda bahwa bank sentral menarik kembali pembelian aset karena ekonomi mulai pulih dan tekanan harga meningkat, meskipun ada kekhawatiran bahwa penarikan dukungan bank sentral dapat memicu volatilitas suku bunga global dan aset berisiko.

“Kami pikir kenaikan inflasi sebagian besar bersifat sementara,” ungkap kepala investasi Inggris di UBS Global Wealth Management, Caroline Simmons, seperti dikutip Bloomberg.

"Ketika kita berpikir tentang apa yang mendorong inflasi, harga komoditas meningkat dan ada ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran. Saat kita keluar dari pandemi, hal itu akan pulih dengan sendirinya," lanjutnya.

Reaksi pasar ekuitas terhadap musim pendapatan yang kuat sejauh ini telah terkendali. Investor menetapkan batasan yang tinggi untuk insentif menaikkan harga saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper