Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mantan Bos Bursa Sebut Obligasi AS Tekan Pasar Saham dari Dua Arah

Kenaikan yield Treasury memukul BEI dari dua arah, yakni net sell asing yang berkepanjangan, dan tekanan terhadap kinerja emiten penggerak indeks
Pengunjung beraktivitas didepan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (27/1/2021).Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung beraktivitas didepan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (27/1/2021).Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Hasan Zein Mahmud, pengamat pasar modal yang pernah menjabat Direktur Utama Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode pertama (1991-1996), menyebut kenaikan obligasi AS menekan pasar saham domestik dari dua arah.

Hasan Zein menyampaikan yield treasuries di AS merupakan persoalan krusial bagi kebijakan moneter dan fiskal Indonesia. Kenaikan yield yang tajam sekitar 1,599 persen akan mengerek imbal hasil surat berharga negara dan surat utang swasta.

"Hal itu meningkatkan biaya dana dan memicu capital outflows," paparnya, Selasa (20/4/2021).

Capital outflows atau keluarnya dana asing pada gilirannya akan menekan rupiah, sekaligus menekan kinerja bank bank papan atas. Bank bank papan atas sendiri masih menjadi motor penggerak IHSG. 

"Jadi kenaikan yield Treasury memukul BEI dari dua arah. Net sell asing yang berkepanjangan, dan tekanan terhadap kinerja emiten penggerak indeks," imbuhnya.

Dari dalam negeri, selain mempertahankan tingkat bunga acuan, BI7DRR pada 3,5%, Bank Indonesia juga merivisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 dari semula 4,3%-5,3% menjadi 4,1%-5,1%

Prediksi tersebut, sejalan dengan prediksi IMF dalam rilis World Economic Outlook nya yang paling akhir. Oleh IMF, prediksi ekonomi global diperkirakan 5,7%.

Prediksi ekonomi Amerika Serikat direvisi ke atas, 6,5%. Ekonomi Indonesia direvisi ke bawah, 4,3%. Di Asean, Indonesia berada di bawah Vietnam, Filipina, dan Malaysia. 

Ekonomi China, sebagai penggerak utama ekonomi dunia, selama kuartal I/2021 tumbuh fantastis 18,3% YoY. Untuk seluruh tahun 2021, diperkirakan 8,6%.

Beberapa indikator ekonomi Indonesia menunjukkan perbaikan yang lumayan. Ekspor meningkat cukup tinggi, pengeluaran pemerintah meningkat. Indeks PMI memperlihatkan optimisme para pengusaha terhadap kegiatan ekonomi, ke depan.

Belanja ritel juga mulai pulih. Namun, sambung Hasan Zein, konsumsi rumah tangga yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kue ekonomi (PDB) terbesar masih jalan di tempat.

"Porsi terbesar belanja rumah tangga sekitar 70 persen mengalir ke ritel dan leisure. Nampaknya ada korelasi yang erat antara mobilitas orang dan aktivitas belanja," jelasnya.

BI memberi sinyal tidak akan menaikkan tingkat bunga sampai 2022 mengikuti sinyal The Fed yang tidak akan menaikkan FFR sampai 2023. The Fed juga menaikkan target inflasi ke 2,2% dan target pengangguran 4,5%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper