Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Reksa Dana Pendapatan Tetap Mulai Bangkit

Pada akhir periode 1—9 April 2021 reksa dana pendapatan tetap berhasil mencetak kinerja positif 0,95 persen secara mingguan, didorong penguatan indeks obligasi pemerintah dan indeks obligasi korporasi yang masing-masing naik 0,84 persen dan 0,13 persen.
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Reksa dana pendapatan tetap berangsur bangkit. Produk investasi kolektif berbasis obligasi ini diyakini masih berada dalam jalur untuk mencapai imbal hasil maksimal tahun ini.

Berdasarkan data Infovesta Utama, pada akhir periode 1—9 April 2021 reksa dana pendapatan tetap berhasil mencetak kinerja positif 0,95 persen secara mingguan, didorong penguatan indeks obligasi pemerintah dan indeks obligasi korporasi yang masing-masing naik 0,84 persen dan 0,13 persen.

Kinerja positif tersebut juga turut mengerek kinerja reksa dana pendapatan tetap secara year to date. Meski masih negatif, tapi kini imbal hasilnya semakin mendekati zona positif yakni -0,97 persen, dibandingkan kinerja ytd per akhir Maret yang masih -1,90 persen.

Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan kinerja reksa dana pendapatan tetap di kuartal II/2021 akan lebih baik dibandingkan tiga bulan pertama tahun ini.

Salah satunya ditopang oleh tren kenaikan yield US Treasury 10 tahun yang kian terbatas sehingga yield SUN pun mulai stabil. Alhasil kini harga obligasi Indonesia mulai berangsur menguat dan mengerek kinerja reksa dana pendapatan tetap.

Sebelumnya, US Treasury terus merangkak naik selama beberapa pekan terakhir. Bahkan sempat menyentuh level 1,77 persen yang merupakan level tertingginya sejak Januari 2020. Kenaikan US Treasury tak ayal ikut mengatrol yield SUN dengan tenor serupa.

Tercatat, dalam periode yang sama yield SUN Indonesia ikut menanjak bahkan pernah mencapai 6,84 persen, level tertinggi sejak Oktober 2020. Yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, sehingga kenaikan yield mencerminkan tekanan pada harga obligasi.

Wawan mengatakan level yield yang wajar untuk kondisi fundamental obligasi Indonesia tenor 10 tahun saat ini ada di sekitar 6 persen. Pun, dia meyakini yield SUN masih berpotensi menguat ke level tersebut.

“Akan menuju ke sana [6 persen]. Prosesnya dimulai di Q2 ini, tapi saya kira baru benar-benar akan kencang di kuartal III-IV, apalagi suku bunga akan turun lagi,” tuturnya ketika dihubungi Bisnis, Selasa (13/4/2021).

Selain itu, Wawan menyebut katalis lain yang akan menjadi bahan bakar penguatan harga obligasi adalah rencana pemerintah untuk memberikan relaksasi bagi wajib pajak obligasi dari yang semula 15 persen menjadi 10 persen.

“Ini akan membuat demand ke SUN naik dan kalau sudah begitu harga juga pasti akan ikut naik. Jadi faktor-faktor ini yang akan berimbas positif ke [yield] SUN untuk bisa ke 6 persen,” ujarnya lagi.

Seiring dengan kondisi tersebut, Wawan meyakini reksa dana pendapatan tetap mampu membukukan kinerja maksimal tahun ini. Infovesta masih mempertahankan prediksi imbal hasil rata-rata reksa dana pendapatan tetap di level 7 persen secara tahunan di akhir 2021.

Sikap optimistis juga diungkapkan oleh kalangan manajer investasi. Direktur Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan memasuki pekan ketiga kuartal ini kinerja reksa dana pendapatan tetap memang mulai sedikit bergairah seiring penurunan yield US Treasury.

“Sementara lumayan bangkit, yield US Treasury turun ke bawah 1,60 walaupun sekarang agak naik lagi mendekati 1,70 persen. Sementara yield kita turun lebih banyak yaitu 30 bps, dari 6,80 persen ke 6,50 persen,” tutur dia.

Terpisah, Direktur Panin Aset Manajemen Rudiyanto memperkirakan yield US Treasury akan mulai stabil bergerak di level 1,60—1,70 persen. Sementara itu dia menyebut yield SUN akan turun menuju 6,00—6,30 persen.

“Cuma memang lebih [akan menguat] di semester II, karena bulan April—Juni ini masih melihat data inflasi,” katanya.

Rudiyanto juga memasang target imbal hasil reksa dana pendapatan tetap di kisaran 5—7 persen hingga akhir tahun ini. Angka tersebut sedikit turun dari target semula di kisaran 5—8 persen.

“Sebelumnya 5—8 persen itu dengan asumsi [yield] bisa ke 5,50—5,75 persen, tapi kelihatannya sekarang agak sulit di bawah 6 persen. Jadi ada sedikit revisi,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper