Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bakal Ada Relaksasi Pajak di Sektor Konstruksi, Analis Jagokan PTPP dan WSKT

Analis CGS CIMB Sekuritas Aurelia Barus dan Michael Audie Benas menjelaskan apabila inisiatif pemerintah untuk merelaksasi pajak sektor konstruksi direaliasikan, BUMN Karya bakal dapat mengurangi PPh final hingga 2,65 persen dari saat ini 3 persen.
Pekerja PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP) menyelesaikan proses akhir pembuatan produk Spun Pile di Plant Karawang Jawa Barat, Rabu (17/6/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Pekerja PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP) menyelesaikan proses akhir pembuatan produk Spun Pile di Plant Karawang Jawa Barat, Rabu (17/6/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Analis menilai relaksasi pajak untuk sektor konstruksi dapat memompa pendapatan tiga BUMN Karya yaitu PT PP (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. maksimal hingga 16 persen tahun ini.

Analis CGS CIMB Sekuritas Aurelia Barus dan Michael Audie Benas menjelaskan apabila inisiatif pemerintah untuk merelaksasi pajak sektor konstruksi direaliasikan, BUMN Karya bakal dapat mengurangi PPh final hingga 2,65 persen dari saat ini 3 persen.

“Analisis kami memperlihatkan pengurangan PPh final akan menambah upside pendapatan 5 persen - 16 persen untuk tiga BUMN Karya [mengecualikan PT Waskita Karya (Persero) Tbk.] pada 2021,” tulis Aurelia dan Michael dalam riset terbaru, Kamis (18/3/2021).

Sedangkan untuk tahun depan, CGS CIMB Sekuritas memperkirakan pendapatan BUMN Karya bisa naik 4 persen - 115 persen dengan adanya relaksasi tersebut.

Dengan demikian, Aurelia dan Michael menegaskan rekomendasi overweight untuk saham-saham BUMN Karya dengan top picks PTPP dengan target harga Rp2.300 dan WSKT dengan target harga Rp1.700.

Namun demikian, rekomendasi untuk saham BUMN Karya akan dilakukan bila terjadi perubahan realisasi stimulus pajak, nilai kontrak baru yang yang lebih tinggi, hingga proses divestasi aset.

Sementara itu, tantangan untuk sektor konstruksi pada tahun ini disebut berasal dari nilai kontrak baru serta marjin pendapatan yang lebih rendah dari perkiraan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper