Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ramadan Sebentar Lagi, Emiten Mamin Berpotensi Dapat Berkah

Momentum peningkatan penjualan yang umum terjadi pada Ramadan diyakini akan kembali terasa bagi hampir semua emiten yang memiliki lini produk makan dan minuman.
Dalam upaya menjaga aktivitas sektor manufaktur makanan dan minuman, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang melakukan kunjungan kerja ke pabrik PT Mayora Indah Tbk di Jl Jayanti 1 di Balaraja, Tangerang, Banten (18/9/2020). /Kemenperin
Dalam upaya menjaga aktivitas sektor manufaktur makanan dan minuman, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang melakukan kunjungan kerja ke pabrik PT Mayora Indah Tbk di Jl Jayanti 1 di Balaraja, Tangerang, Banten (18/9/2020). /Kemenperin

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten sektor industri makan dan minuman berpotensi mendapatkan momentum peningkatan penjualan pada Ramadan 2021, setelah momentum itu absen pada tahun lalu.

Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetyo mengatakan bahwa tingkat konsumsi masyarakat pada tahun ini diprediksi lebih baik dibandingkan dengan Ramadhan 2020.

Sejumlah emiten akhirnya dapat merasakan kembali momentum Ramadan, setelah pada tahun lalu momentum itu tidak hadir karena tekanan daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19.

Pembatasan mobilitas, penutupan hingga pembatasan jam operasi pusat perbelanjaan, dan himbauan untuk tidak mudik pada Ramadan tahun lalu juga menjadi salah satu faktor utama momentum peningkatan penjualan itu tidak hadir.

“Sentimen vaksin dan stimulus, geliat bisnis dan mobilitas masyarakat yang mulai dilonggarkan, serta gaya hidup new normal bisa menjadi sentimen yang baik bagi emiten sektor consumer goods pada Ramadan tahun ini,” ujar Frankie kepada Bisnis, Selasa (16/3/2021).

Momentum peningkatan penjualan yang umum terjadi pada Ramadan diyakini akan kembali terasa bagi hampir semua emiten yang memiliki lini produk makan dan minuman.

Emiten-emiten itu antara lain seperti duo emiten grup Salim PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP), PT Buyung Poetra Sembada Tbk. (HOKI), PT Mayora Indah Tbk. (MYOR), dan PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk. (GOOD).

Selain itu, PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) dengan produk Wall’s cukup digemari pada bulan puasa apalagi menjelang musim panas. Pun, PT Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA) yang memiliki produk gula, yang umumnya mengalami peningkatan permintaan menjelang hari-hari besar.

Namun, pertumbuhan tingkat konsumsi itu tampaknya masih agak terbatas dengan pertimbangan ekonomi yang masih dalam proses pemulihan setelah melemah tahun lalu.

Di sisi lain, dia berharap ekspektasi peningkatan daya beli masyarakat ini tidak serta merta meningkatkan harga kebutuhan. Hal itu diyakini akan menjadi bumerang karena kenaikan harga dapat merusak minat konsumsi sehingga masyarakat kembali menahan pembelian.

Secara terpisah, Analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya mengatakan bahwa pertumbuhan permintaan pada Ramadan tahun ini masih akan cenderung moderat karena masih banyaknya jumlah pengangguran sebagai dampak pandemi Covid-19.

“Sektor consumer goods tahun ini masih jelek karena upah minimum pekerja atau UMP tidak naik di sebagian besar provinsi. Masih banyak pengangguran, padahal consumer goods juga didorong oleh konsumen kelas menengah ke bawah juga kan,” ujar Christine kepada Bisnis, Selasa (16/3/2021).

Oleh karena itu, kinerja emiten sektor itu pun diyakini belum sepenuhnya pulih pada tahun ini. Apalagi, harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) tengah berada dalam tren penguatan, sehingga mendorong biaya produksi mayoritas emiten consumer goods membengkak.

ZONA MERAH

Di sisi lain, di lantai bursa, saham-saham sektor consumer goods pun juga tampak belum mendapatkan kekuatan. Indeks JakCons, yang menaungi sejumlah emiten sektor consumer goods, tercatat masih berada di zona merah, terkoreksi 6,71 persen sepanjang tahun berjalan 2021.

Kinerja itu pun menjadi kinerja terlemah di antara indeks sektoral lainnya yang telah berhasil mencatatkan return positif secara year to date.

Frankie menjelaskan bahwa saham sektor consumer goods memang minim sentimen pendukung, berbeda dengan saham pertambangan dengan nikelnya dan infrastruktur dengan dana SWF-nya.

Selain itu, proyeksi pertumbuhan pendapatan yang melambat pada 2020, membuat sebagian saham bergerak sideways, dan bahkan sebagian malah dalam trend bearish.

Dia merekomendasikan saham yang sedang turun seperti ICBP dan INDF yang diyakini cukup undervalued.

Target price terdekat ICBP di level Rp9.500 dan INDF di Rp6.700. Dimana dari Laporan keuangan kuartal III/2020 keduanya bisa menorehkan penjualan yang sedikit bertumbuh dibandingkan dengan kuartal III/2019. Namun, harga saham keduanya malah cenderung menurun,” papar Frankie.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper