Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sinyal Pemulihan Tak Menentu, Harga Minyak Mendingin

Dilansir dari Bloomberg pada Jumat (12/3/2021), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak bulan April sempat terkoreksi hingga 0,41 persen pada level US$65,75 per barel di New York Mercantile Exchange.
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Tanki penimbunan minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak dunia kembali terkoreksi seiring dengan sinyal pemulihan permintaan pasar yang tidak menentu. Sebelumnya, harga minyak mencatatkan reli yang terlihat sebelum terjadinya pandemi virus corona.

Dilansir dari Bloomberg pada Jumat (12/3/2021), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak bulan April sempat terkoreksi hingga 0,41 persen pada level US$65,75 per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Mei 2021 juga turun 0,3 persen pada posisi US$69,42 per barel di ICE Futures Europe.

Harga minyak berjangka di AS berpotensi mencatatkan penurunan secara mingguan setelah sempat reli ke level tertinggi dalam dua tahun.

Prospek jangka pendek harga minyak menguat setelah adanya tanda-tanda kenaikan konsumsi di Eropa dan AS. Hal ini turut didukung oleh lolosnya paket stimulus dari AS senilai US$1,9 triliun.

Kendati demikian, penjualan minyak di India pada Februari 2021 mencatatkan penurunan terbesar secara year-on-year (yoy) dalam enam bulan terakhir. Sentimen ini menimbulkan ancaman terhadap prospek pemulihan ekonomi negara tersebut.

Adapun harga minyak mentah saat ini telah menguat 35 persen secara year to date (ytd). Hal tersebut seiring dengan pemberlakuan kuota produksi dari OPEC+ dan proses distribusi vaksin virus corona yang meningkatkan optimisme pasar terhadap perbaikan permintaan komoditas ini.

Meski demikian, kenaikan harga ini kemungkinan akan memicu meningkatnya produksi minyak serpih (shale) di AS. Hal tersebut akan menambah kekhawatiran pasar terhadap kelebihan pasokan yang telah dihadapi dengan adanya potensi penambahan pasokan dari Iran.

Founder Vanda Insights, Vandana Hari mengatakan, reli harga minyak yang terjadi belakangan ini terbilang rapuh. Ia menjelaskan, setelah sentimen stimulus AS mereda, pasar akan kembali mengkhawatirkan sentimen kenaikan inflasi global.

"Ini menimbulkan bayang-bayang sentimen bearish untuk harga minyak mentah," jelasnya dikutip dari Bloomberg.

Di sisi lain, ketersediaan kargo minyak tetap terbatas seiring dengan kuota produksi yang diberlakukan OPEC+. Sejumlah fasilitas pemrosesan minyak di Asia akan mendapatkan pasokan yang lebih sedikit dari Arab Saudi.

Hal tersebut disebabkan oleh pemangkasan sukarela yang dilakukan oleh Arab Saudi sebesar 1 juta barel diatas pembatasan kuota yang telah disepakati bersama OPEC+. Tiga fasilitas pemurnian minyak mentah di Asia dilaporkan akan mendapat jatah minyak 20 persen lebih sedikit dibandingkan dengan pengiriman sebelumnya.

Adapun pada Kamis kemarin, OPEC memberi peringatan terhadap outlook komoditas ini dengan memangkas jumlah produksi yang akan diberikan dalam dua kuartal kedepan.

Pelaku pasar akan menanti laporan dari International Energy Agency (IEA) yang akan mempublikasikan prospek permintaan minyak. Selain itu, hubungan antara China dan AS juga akan masuk dalam radar pelaku pasar jelang pertemuan kedua negara di Alaska, pada 18-19 Maret mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper