Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Manufaktur China Kontraksi, Harga Bijih Besi Melemah

Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (2/3/2020), harga bijih besi berjangka di Singapura sempat turun hingga 2,8 persen ke level US$168,55 per ton hingga pukul 12.22 waktu setempat.
Ilustrasi: Penambangan bijih besi di Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh (21/4/2010)./Antara-Ampelsa
Ilustrasi: Penambangan bijih besi di Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh (21/4/2010)./Antara-Ampelsa

Bisnis.com, JAKARTA – Harga bijih besi terkoreksi seiring dengan data manufaktur yang mengarah pada perlambatan pemulihan ekonomi. Sementara itu, China mengukuhkan rencana awalnya untuk membatasi produksi baja yang berpotensi mengurangi permintaan dari negara tersebut.

Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (2/3/2020), harga bijih besi berjangka di Singapura sempat turun hingga 2,8 persen ke level US$168,55 per ton hingga pukul 12.22 waktu setempat. Sedangkan harga bijih besi di Dalian Commodity Exchange (DCE) terkoreksi 1,1 persen ke US$1.125 per ton.

Salah satu penyebab turunnya harga bijih besi adalah rilis data manufaktur China yang menurun. Data dari Biro Statistik Nasional China mencatat, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Negeri Panda itu anjlok ke level terendahnya dalam 9 bulan terakhir.

Sementara itu, indeks manufaktur pada industri baja mencatatkan pemulihan ke level 48,6 pada Februari 2021 dari sebelumnya 44,3. Meski demikian, level tersebut masih dibawah 50 yang menunjukkan ekspansi.

Di sisi lain, China berencana untuk melakukan pemangkasan signifikan untuk produksi bajanya pada tahun ini. Menteri Industri dan Teknologi Informasi China, Xiao Yaqing mengatakan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk membatasi kapasitas smelter di China.

Adapun, China merupakan produsen baja utama dunia yang mencakup 50 persen dari output dunia. Pada tahun lalu, pabrik pengolahan bijih besi di China mencatatkan produksi baja tertinggi.

Sepanjang Februari lalu, harga komoditas yang menjadi bahan baku pembuatan baja ini menguat 11 persen seiring dengan optimisme kenaikan permintaan dari China seusai perayaan imlek.

Jumlah stok bijih besi pada pelabuhan-pelabuhan di China juga terpantau turun 0,5 persen ke 126,5 juta ton pekan lalu, yang mengindikasikan kenaikan konsumsi.

Sementara itu, perusahaan produsen bijih besi terbesar di dunia, Vale SA, mengatakan tambang-tambangnya di Brasil mulai kembali beroperasi setelah adanya gangguan akibat hujan besar Desember lalu. Vale juga optimistis dapat memenuhi target produksinya tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper