Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Boro-boro Happy Friday, Rupiah Anjlok di Akhir Pekan

Sinyal negatif dari data eksternal cukup menguatkan indeks dollar sehingga berakibat terhadap melemahnya mata uang rupiah.
Pegawai menunjukan uang dolar dan rupiah di Jakarta, Senin (15/2/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menunjukan uang dolar dan rupiah di Jakarta, Senin (15/2/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami pelemahan pada penutupan perdagangan Februari, Jumat (26/2/2021). Rupiah terseok akibat sentimen agresifnya obligasi pemerintah AS yang berujung menguatnya indeks dollar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah cukup dalam 1,08 persen atau 152,5 poin ke level Rp14.235 per dollar AS. Padahal, saat penutupan kemarin, rupiah berada di level Rp14.082, sepanjang hari rupiah bergerak di rentang Rp14.105--Rp14.255 per dolar AS.

Secara tahun berjalan rupiah telah melemah 1,32 persen terhadap dollar AS. Sepanjang Februari 2021 rupiah telah melemah 0,96 persen atau Rp134,56.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menuturkan sinyal negatif dari data eksternal cukup menguatkan indeks dollar sehingga berakibat terhadap melemahnya mata uang rupiah.

Pada pukul 15.22 WIB, indeks dollar AS menguat 0,29 persen ke level 90,382. Penguatan ini disebut oleh Ibrahim akibat dari bergesernya pasar yang lebih fokus ke obligasi pemerintah AS.

"Obligasi pemerintah dan khususnya Treasury AS, telah menjadi titik fokus pasar secara global, setelah para pedagang secara agresif mengubah harga dalam pengetatan moneter sebelumnya daripada yang diisyaratkan oleh Federal Reserve dan rekan-rekannya," jelasnya, Jumat (26/2/2021).

Dia menjelaskan imbal hasil obligasi telah naik tahun ini karena prospek stimulus fiskal besar-besaran di tengah kebijakan moneter yang sangat lunak, yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Selain itu, percepatan laju vaksinasi secara global juga telah mendukung apa yang kemudian dikenal sebagai perdagangan reflasi, mengacu pada taruhan pada peningkatan aktivitas ekonomi dan harga. 

Namun dalam beberapa hari terakhir, kenaikan imbal hasil obligasi yang disesuaikan dengan inflasi telah dipercepat, menunjukkan keyakinan yang berkembang bahwa bank sentral mungkin perlu mengurangi kebijakan ultra-longgar. Di sisi lain, sentimen dalam negeri yakni datang dari upaya pemerintah keluar dari pandemi Covid-19 sekaligus memulihkan perekonomian.

Lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia (WB) dan Organisasi Kerja Sama Pembangunan Ekonomi Dunia (OECD), telah memprediksi bahwa ekonomi Indonesia mampu tumbuh di kisaran 4-5 persen pada tahun ini.

"Untuk mencapai target pertumbuhan tersebut maka ada beberapa prinsip kebijakan yang harus dilakukan," ujarnya.

Untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, pemerintah mengalokasikan anggaran dari APBN 2021 sebesar Rp372 triliun. Anggaran itu untuk membiayai program-program seperti bantuan sosial, Program Keluarga Harapan (PKH), subsidi gaji, kartu prakerja, program padat karya, bantuan produktif untuk UMKM, relaksasi restrukturisasi pinjaman perbankan, keringanan pajak dan kemudahan-kemudahan untuk memulihkan ekonomi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper