Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

​Ekonomi Indonesia Terburuk Sejak Krismon, Begini Pergerakan Kurs Jisdor

Kurs Jisdor hari ini, Jumat (5/2/2021) melemah 26 poin atau 0,18 persen dari posisi kemarin.
Karyawan menunjukan Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 15 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.050 per dolar AS. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (27/1/2021). Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 15 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.050 per dolar AS. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Kurs rupiah menyentuh posisi Rp14.062 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, Jumat (5/2/2021)

Data yang diterbitkan Bank Indonesia pagi ini menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp14.062 per dolar AS, melemah 26 poin atau 0,18 persen dari posisi kemarin, Kamis (4/2/2021) Rp14.036 per dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terpantau melemah 0,20 persen ke level Rp14.044 per dolar AS pada pukul 10.15 WIB, setelah dibuka di level Rp14.007. Sementara indeks dollar menguat 0,04 poin atau 0,05 persen ke level 91,57.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam laporannya menyebutkan, pergerakan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh perhatian pasar yang tertuju pada penyebaran covid-19 di Indonesia yang terus meningkat.

"Hari ini nilai rupiah akan bergerak di kisaran Rp14.000 hingga Rp14.050 per dolar AS," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (5/2/2021).

Untuk diketahui, hingga 3 Februari 2021, jumlah pasien positif corona berjumlah 1.111.671 orang. Bertambah 11.984 orang dibandingkan sehari sebelumnya.

Selain itu, dampak ekonomi dari pembatasan sosial berskala besar  begitu terasa. Ekonomi yang 'mati suri' membuat Indonesia mengalami resesi untuk kali pertama dalam lebih dari 20 tahun.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 sebesar minus 2,07 persen. Angka ini jauh lebih buruk jika dibandingkan 2019. Dari data yang ditelusuri Bisnis, angka ini adalah kontraksi terbesar sejak krisis 1998 yang tumbuh negatif sekitar 13,13 persen.

Kendati demikian, kontraksi pada 2020 lebih rendah dari proyeksi berbagai lembaga internasional, yakni Bank Dunia dan ADB yang memperkirakan Indonesia akan mengalami pertumbuhan minus 2,2 persen.

Bahkan, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan pertumbuhan minus 2,07 persen lebih baik dari beberapa negara di Asia dan negara maju seperti AS yang tumbuh 3,5 persen.

"Indonesia tidak sendiri. Pandemi ini betul-betul menyebabkan kontraksi yang sangat buruk di berbagai negara," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper