Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejumlah Sentimen Positif Ini Pengaruhi Kinerja GIAA ke Depan. Apa Saja?

Analis Sucor Sekuritas Hasan menuturkan sejumlah sentimen positif akan berdampak terhadap kinerja perusahaan penerbangan plat merah tersebut.
rnrnDokumentasi. Pekerja melakukan pengecekan akhir livery masker pesawat yang terpilih sebagai pemenang, sebelum peluncuran pesawat Garuda Indonesia Boing 737-800 NG bercorak khusus yang menampilkan visual masker bertema Indonesia Pride pada bagian moncong pesawat di Hanggar GMF AeroAsia Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. /ANTARA
rnrnDokumentasi. Pekerja melakukan pengecekan akhir livery masker pesawat yang terpilih sebagai pemenang, sebelum peluncuran pesawat Garuda Indonesia Boing 737-800 NG bercorak khusus yang menampilkan visual masker bertema Indonesia Pride pada bagian moncong pesawat di Hanggar GMF AeroAsia Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten maskapai pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) bersiap terbang lebih tinggi menghadapi 2021. Diprediksi, jumlah penumpangnya akan kembali normal di level 75 persen kapasitas pesawat pada kuartal IV/2021 setelah vaksinasi berjalan mulus.

Analis Sucor Sekuritas Hasan menuturkan sejumlah sentimen positif akan berdampak terhadap kinerja perusahaan penerbangan plat merah tersebut.

Sentimen tersebut di antaranya, kapasitas penumpang yang diperbolehkan kembali ke level 100 persen, penerbitan obligasi wajib konversi (OWK) atau mandatory convertible bond (MCB), serta pembentukan holding BUMN pariwisata.

"Pemerintah telah memperbolehkan kapasitas penumpang atau seat load factor [SLF] untuk penumpang mencapai 100 persen, yang menjadi berita baik bagi GIAA yang sebelumnya mengimplementasikan protokol kesehatan ketat yang diatur pemerintah maksimal kapasitasnya hanya 70 persen. Sementara maskapai kompetitornya sudah mendorong kapasitas mereka hingga 100 persen," ungkapnya dalam riset yang Bisnis kutip, Minggu (24/1/2021).

Dengan batasan yang lebih tinggi ini, Sucor Sekuritas percaya GIAA dapat meningkatkan SLF di masa mendatang dan pengangkutan penumpang pada 2021.

Hasan memprediksikan SLF akan mencapai sekitar 55 persen pada 2021 sebuah peningkatan jika dibandingkan dengan 2020 yang hanya 38 persen.

"Kami juga percaya peran dari program vaksinasi di awal 2021 akan meningkatkan kepercayaan diri masyarakat untuk bepergian lebih sering. Kami mengharapkan jumlah penumpang rata-rata akan kembali mencapai titik normal di level 75 persen pada kuartal IV/2021," ungkapnya.

Selain itu, inisiatif pemerintah meningkatkan pariwisata melalui holding BUMN pariwisata akan turut membantu kinerja perseroan. Rencananya yakni dengan merger atau menggabungkan GIAA dengan BUMN sektor pariwisata lainnya untuk membangun perusahaan holding untuk pariwisata dan sektor penerbangan.

BUMN-BUMN ini akan beroperasi di bawah holding tersebut yakni Angkasa Pura I, Angkasa Pura II, GIIA, Inna Hotels and Resorts, Sarinah, dan PT Indonesia Tourism Development Corporation and Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko.

"Pemerintah percaya perusahaan holding ini akan membantu pemulihan dunia penerbangan Indonesia dan industri pariwisata yang seluruhnya terdampak pandemi Covid-19," katanya.

Di sisi lain, dukungan dari penerbitan OWK akan membantu kinerja GIAA. Manajemen telah menyatakan obligasi tersebut akan dikeluarkan dengan total nilai sebesar Rp8,5 triliun yang dikeluarkan secara bertahap hingga 2023.

"Penerbitan ini akan mendukung working capital GIAA dan memungkinkan perseroan untuk bernegosiasi lebih lanjut dengan lessor pesawat. Risiko yang harus diperhatikan yakni pembatasan aktivitas penerbangan lanjutan dan penundaan penerbitan OWK," ujarnya.

Emiten bersandi GIAA ini menargetkan pendapatan 50 persen dari pendapatan 2019 atau sebelum pandemi Covid-19 pada 2021. Artinya, jika pada 2019 pendapatannya mencapai US$4,57 miliar, target pada 2021 ini sebesar US$2,285 miliar. Dengan estimasi kurs Rp14.100 per dolar AS, target pendapatan GIAA tahun ini mencapai Rp40,18 triliun.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra optimistis kinerja emiten aviasi ini dapat minimal setengah dari sebelum Covid-19 terjadi, walaupun sejumlah kalangan memproyeksikan industri aviasi dapat pulih pada 2023.

"Target kami sebagai maskapai terlalu berani memang, pendapatan itu 50 persen dari pendapatan pada 2019. Banyak yang bilang recovery penumpang memang 2023, tapi kami percaya punya penumpang yang loyal," ujarnya.

Sejumlah Sentimen Positif Ini Pengaruhi Kinerja GIAA ke Depan. Apa Saja?

Pekerja menurunkan muatan kargo dari pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 143 setibanya di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Rabu (2/9/2020)./ANTARA FOTO-Ampelsa

Dia menegaskan akan fokus mengurusi penerbangan domestik mengingat penerbangan batas negara yang masih ditutup. Penerbangan domestik terangnya, cukup potensial bagi penumpang yang loyal dan memang harus melakukan perjalanan domestik.

Emiten berkode GIAA tersebut menyadari perjalanan internasional masih terbatas sehingga fokus pada penerbangan domestik. Adapun untuk penerbangan internasional, pihaknya masih membuka penerbangan kargo dan carter untuk keperluan khusus.

"Kami juga masih menunggu soal haji dan umroh, mudah-mudahan tidak terlalu lama bisa kembali seperti pada 2019," ujarnya.

Di sisi lain, target penghematan pun terus diupayakan. Berdasarkan hasil negosiasi dengan lessor pesawat pada 2020, pihaknya dapat menghemat mendekati US$15 juta per bulan, atau jika setahun dapat menghemat US$172 juta.

"Itulah target kami, kami juga banyak penghematan, urusan lessor, efisiensi juga. SDM, pengeluaran lain juga dalam pandemi, yang masih belum wajib, kami hold [tahan] sendiri," katanya.

Berdasarkan catatan keuangan 2019 atau sebelum pandemi, GIAA membukukan laba bersih sebesar US$6,98 juta, berbalik dari posisi rugi pada 2018 sebesar US$231,15 juta.

GIAA membukukan laba bersih yang diperoleh dari kenaikan pendapatan sebesar 5,59 persen menjadi US$4,57 miliar. Peningkatan pendapatan disumbang oleh oleh pertumbuhan penerbangan berjadwal dan pendapatan lainnya.

Pertumbuhan pendapatan itu juga diiringi dengan penyusutan beban usaha sebesar 4,02 persen menjadi US$4,4 miliar. Penurunan ini dikontribusi oleh efisiensi sejumlah beban, seperti beban operasional penerbangan, beban pemeliharaan dan perbaikan, serta beban bandara.

Sucor Sekuritas menurunkan merekomendasi GIAA dari buy menjadi hold untuk dengan target price (TP) ada di Rp440 dengan EV/EBITDA 2021-2022 11.3 dan 11x.

Adapun, pada penutupan perdagangan Jumat (24/1/2021) saham GIAA turun 3,65 persen dan bercokol di level 370, di mana secara year to date (YTD) mengalami penurunan 7,9 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper