Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Menguat, Harga Minyak Mentah Tertekan

Harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Februari 2021 terpantau melemah 0,19 persen atau 0,1 poin ke level US$52,26 per barel pada pukul 06.27 WIB.
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris
Tempat penyimpanan minyak di Pelabuhan Richmond in Richmond, California/ Bloomberg - David Paul Morris

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak berjangka melemah setelah China melaporkan kasus virus baru dan dolar AS menguat.

Berdasarkan data Bloomberg pada Selasa (19/1/2021), harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Februari 2021 terpantau melemah 0,19 persen atau 0,1 poin ke level US$52,26 per barel pada pukul 06.27 WIB.

Sebelumnya, WTI melemah 0,5 persen ke US$52,09 per barel pada pukul 14.00 waktu New York, setelah perdagangan dihentikan karena libur hari Martin Luther King, Jr.

Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Maret 2021 ditutup melemah 0,64 persen atau 0,35 poin ke level US$54,75 per barel.

Indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap enam mata uang lainnya melemah tipis 0,007 poin atau 0,01 persen ke level 90,765 setelah menguat hingga level 90,951.

Dilansir Bloomberg, meningkatnya kasus Covid-19 di China dan gejolak di konsumen regional utama lainnya seperti Jepang mengancam permintaan. Kesenjangan dalam akses ke vaksin meningkatkan kekhawatiran bahwa penyebaran virus yang berkelanjutan akan membiakkan versi virus yang lebih berbahaya.

Meskipun penguatan dolar AS menekan harga minyak pada hari Senin, data lain mencegah penurunan yang lebih dalam. Pabrik penyulingan China memproses minyak mentah sekitar 14 juta barel per hari pada Desember 2021.

Ini merupakan rekor volume tertinggi, yang menjadi tanda bahwa konsumsi di importir minyak mentah terbesar di dunia telah pulih kembali akhir tahun lalu. Pemotongan produksi OPEC+ dan peluncuran vaksin Covid-19 membantu mendorong harga ke level tertinggi 10 bulan pada awal 2021.

"Virus akan dikalahkan, dan pondasi pemulihan ekonomi telah ditetapkan pada paruh kedua tahun lalu. [Penurunan harga] tidak akan berlangsung lama," kata analis PVM Oil Associates Ltd. Tamas Varga, seperti dikutip Bloomberg.

Sementara itu, produksi minyak Libya turun sekitar 200.000 barel per hari karena kebocoran pipa. Penurunan tersebut menggarisbawahi betapa sulitnya bagi Libya untuk mempertahankan produksi setelah perang saudara selama hampir satu dekade.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper