Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yield Obligasi AS Naik, Surat Utang Indonesia Disebut Bakal Tetap Laris

Obligasi Indonesia dinilai masih masih sangat prospektif karena menawarkan imbal hasil atau yield yang lebih tinggi.
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Daya tarik surat utang negara (SUN) Indonesia bagi investor asing dinilai semakin kuat seiring kenaikan tingkat imbal hasil US Treasury. Kendati demikian, kepemilikan asing atas SUN belum akan menyamai tingkat sebelum pandemi. 

Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan obligasi Indonesia masih sangat prospektif, apalagi untuk obligasi berdenominasi mata uang asing yang baru-baru ini dipasarkan pemerintah. 

Pasalnya, tingkat yield yang ditawarkan Indonesia masih terbilang tinggi dibanding US treasury untuk tenor yang sama. Di sisi lain, rasio utang Indonesia juga masih lebih rendah dibanding Amerika Serikat.

“Debt to GDP ratio [utang berbanding dengan produk domestik bruto]  kita masih 38,13 persen, proyeksi di akhir 2021 sekitar 41 persen. Ini masih jauh lebih rendah dibanding AS, jadi lebih terjaga. Paling dari segi rating saja yang membedakan,” ujar Fikri kepada Bisnis, Kamis (7/1/2021)

Begitu pula untuk SUN rupiah yang disebutnya sama-sama prospektif, mengingat secara fundamental kondisi ekonomi Indonesia masih baik dengan tingkat inflasi yang terjaga. Imbal hasil SUN rupiah juga sangat kompetitif di kisaran 6 persen untuk SUN tenor 10 tahun.

Kondisi ini dinilai Fikri mampu menarik investor asing untuk kembali masuk ke Indonesia setelah jor-joran keluar sepanjang 2020 lalu. Tercatat, porsi kepemilikan asing atas SUN per akhir 2020 hanya sekitar 30 persen, jauh di bawah 2019 yang mencapai sekitar 45 persen.

“Untuk mencapai [nilai] kepemilikan yang sama seperti 2019, sekitar Rp1.000 triliun, saya rasa sangat mungkin di 2021, tapi kalau secara persentase yang sama mungkin sulit. Tapi asing kalau bisa sekitar 35 persen sudah cukup optimal,” tuturnya.

Pada dasarnya, Fikri menilai kepemilikan asing tidak harus selalu tinggi. Bahkan, menurutnya terlalu banyak asing yang masuk ke pasar SUN dalam negeri juga tak memberikan dampak yang terlalu baik.

Dia menyebut jika porsi asing terlalu banyak di pasar SUN, maka aka nada risiko nilai tukar ketika waktu penerbitan, pembayaran kupon, atau masa jatuh tempo terjadi. Pun, di waktu yang sama ada potensi outflow

“Tapi kalo investornya banyak dalam negeri nggak ada risiko outflow yang ada pembentukan investasi di dalam negeri lebih baik,” imbuh dia.

Lebih lanjut Fikri menuturkan, belakangan ini investor domestik terbukti dapat menjaga stabilitas pasar obligasi dalam negeri, terbukti dari pergerakan SUN yang relatif dalam rentang yang aman sepanjang 2020.

“Investasi-investasi ritel yang masuk udah mulai marak, baiknya kita mengembangkan sumber pendanaan dari dalam negeri jangan mengandalkan asing aja supaya kita bisa lebih prudent dan bisa lebih resilient jika krisis terjadi lagi,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper