Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ajakan Tokoh Publik Beli Saham, Pompom Saham Bukan?

analis-analis keuangan kemudian mengkhawatirkan tindakan-tindakan ini adalah praktik dari pompom saham. Dimana oknum-oknum tertentu menggaet orang membeli saham yang dimiliki bandar.
Karyawan beraktivitas didepan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (30/11/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan beraktivitas didepan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (30/11/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Mulai meleknya masyarakat dengan investasi tampaknya dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh publik yang kemudian merekomendasikan saham-saham tertentu untuk di investasikan.

Namun analis-analis keuangan kemudian mengkhawatirkan tindakan-tindakan ini adalah praktik dari pompom saham. Dimana oknum-oknum tertentu menggaet orang membeli saham yang dimiliki bandar.

"Akan menjadi sangat suspicious selebriti-selebriti atau bahkan sekelas anak pejabat juga ikutan ngomong masalah saham gitu ya," ungkap Aidil Akbar Madjid, Perencana Keuangan saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (6/1/2021).

Aidil menjelaskan istilah bandar dalam bursa efek adalah oknum-oknum yang membuat saham yang ada pada bursa menjadi menarik dengan menaikkan dan menurunkan harga saham. Saham-saham ini kemudian disebut sebagai saham gorengan.

Dia menambahkan orang atau oknum yang ikut serta meramaikan dan merekomendasikan saham ini tanpa alasan yang jelas maka dikenal dengan istilah pompom saham.

Sementara itu, Analis Pasar Modal Budi Frensidy mengungkapkan istilah baku dari pompom saham ini adalah manipulasi pasar. Di mana ada usaha untuk mempengaruhi opini tetapi tidak memiliki dasar yang bisa menjadi alasan, hanya mengutamakan opini publik, ataupun opini umum.

"Modalnya [pompom saham] tinggal bilang ini menarik. Ya itu tidak bisa," ungkapnya saat dihubungi terpisah oleh Bisnis.com, Rabu (6/1/2021).

Budi Frensidy yang juga merupakan profesor di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia menjelaskan tidak ada seorang pun termasuk sekuritas, emiten, atau badan otoritas apalagi selebriti yang bisa menyebutkan bahwa suatu saham itu murah tanpa ada dasarnya.

Biasanya, lanjutnya, alasan yang membuat tinggi rendahnya harga saham diantaranya hal teknis, momentum, alasan fundamental, atau ada aksi koporasi tertentu dan sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper