Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terimbas Lonjakan Kasus Covid-19 di AS, Minyak Mentah Lanjutkan Pelemahan

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Januari 2021 terpantau melemah 0,63 persen atau 0,29 poin ke level US$45,47 per barel pada pukul 11.12 WIB.
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah melemah di hari kedua berturut-turut di tengah risiko permintaan jangka pendek karena lonjakan kasus virus corona menekan optimisme atas prospek tersedianya vaksin.

Berdasarkan datra Bloomberg pada Selasa (8/12/2020), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Januari 2021 terpantau melemah 0,63 persen atau 0,29 poin ke level US$45,47 per barel pada pukul 11.12 WIB.

Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak Februari 2021 terpantau melemah 0,39 poin atau 0,72 persen ke level US$48,40 per barel.

Harga minyak melemah setelah Amerika Serikat mengalami peningkatan rawat inap akibat virus corona hampir 2.000 per hari dan rata-rata kematian sebanyak yang terjadi pada lonjakan pertama Covid-19 pada bulan April.

Sementara itu, Prancis diperkirakan batal mengakhiri langkah lockdown pekan depan.

Investor telah berharap untuk kemajuan dalam rencana bantuan pandemi senilai US$908 miliar di AS, tetapi anggota parlemen akan menunda tenggat waktu hingga Jumat malam untuk mengesahkan RUU.

Sementara itu, Jepang mengumumkan paket stimulus senilai lebih dari US$700 miliar, dan China memilih untuk menahan beban utangnya di level tertinggi.

Meskipun melemah, minyak mentah masih mendekati level tertinggi dalam 9 bulan terakhir setelah melonjak bulan lalu di tengah optimisme atas terobosan vaksin. Tren penguatan harga selama beberapa bulan ke depan akan bergantung pada seberapa cepat vaksin Covid-19 dapat digunakan.

Sementara itu, Iran mengatakan tengah bersiap untuk meningkatkan ekspor minyak sebagai tanda pihaknya mengharapkan Gedung Putih untuk melonggarkan sanksi di bawah kepresidenan Joe Biden. Langkah ini menambah potensi risiko pasokan ke pasar.

"Berita terbaru tentang Iran serta rekor kasus virus di AS memberikan alasan mengapa pelaku pasar yang bullish mengurangi sebagian kepemilikan mereka," kata ekonom Oversea-Chinese Banking Corp, Howie Lee, seperti dikutip Bloomberg.

"Namun, momentum kenaikan yang berasal dari optimisme vaksin yang berkelanjutan masih utuh untuk saat ini dan WTI kemungkinan akan mengakhiri tahun ini pada sekitar US$48 per barel,” lanjutnya.

Meskipun pengetatan pembatasan untuk mengekang penyebaran virus menjadi tekanan jangka pendek di Eropa dan AS, pemulihan di Asia tampaknya semakin cepat.

Ekspor China melonjak paling tinggi sejak awal 2018 bulan lalu. Kuatnya permintaan di Asia mendorong Arab Saudi untuk menaikkan harga minyak ke wilayah tersebut dan juga berkontribusi pada peningkatan harga fisik minyak mentah North Sea.

Peningkatan konsumsi tinggi juga menguras persediaan minyak di penyimpanan terapung, yang secara global turun di bawah 100 juta barel untuk pertama kalinya sejak April pekan lalu, menurut data dari Vortexa Ltd.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper