Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Ompong, Rupiah Kembali Jadi ‘Macan Asia’

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah parkir di level Rp14.065 per dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan sesi Senin (9/11/2020). Posisi itu menguat 145 poin atau 1,03 persen.
Karyawati menghitung uang dolar AS di Jakarta, Rabu (16/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawati menghitung uang dolar AS di Jakarta, Rabu (16/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali menguat pada perdagangan Senin (9/11/2020). Pelemahan mata uang Negeri Paman Sam diprediksi masih akan berlanjut. 

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah parkir di level Rp14.065 per dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan sesi Senin (9/11/2020). Posisi itu menguat 145 poin atau 1,03 persen.

Pada saat yang sama, indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap enam mata uang utama terpantau melemah 0,015 poin atau 0,02 persen ke level 92,214.

Penguatan nilai tukar rupiah menjadi yang terbesar di wilayah Asia. Mata uang Garuda mampu mengungguli yuan China yang menguat 0,697 persen won dan Korea Selatan yang menguat 0,667 persen.

Analyst PT Henan Putihrai Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengatakan proyeksi pelemahan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) tecermin dari penguatan rupiah yang sudah hampir sampai area target Rp14.182. Namun, pihaknya menyarankan agar investor mengantisipasi rebound dolar AS karena RSI telah memasuki area oversold. 

However, bangkitnya dolar AS mungkin tertahan setelah nanti selesa tugas menutup dua gap berikut yakni Rp14.370 dan Rp14.512,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (9/11/2020).

Adapun, Henan Putihrai menyarankan investor speculative buy dengan kisaran Rp14.810 hingga Rp14.190. 

Liza mengungkapkan nilai tukar rupiah diproyeksi akan terus mengalami tren pelemahan. Kondisi itu menurutnya akan terjadi apabila senat AS diisi oleh kebanyakan partai republik.

Kucuran paket stimulus, lanjut dia, kemungkinan akan tertunda atau tidak sebesar US$2,2 triliun. Oleh karena itu, Federal Reserve perlu menjaga interest rate tetap rendah supaya sektor riil mampu bergulir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper