Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lonjakan Kasus Covid-19 dan Suramnya Prospek Stimulus Seret Harga Minyak ke US$39

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (26/10/2020), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman bulan Desember 2020 terpantau turun 1,6 persen di level US$39,23 per barel pada New York Mercantile Exchange hingga pukul 08.13 waktu Singapura.
Ilustrasi. Kapal tanker pengangkut minyak./Bloomberg
Ilustrasi. Kapal tanker pengangkut minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia melanjutkan tren penurunannya seiring dengan lonjakan kasus positif virus corona di Amerika Serikat dan Eropa. Selain itu, murammnya prospek stimulus dari AS serta kenaikan produksi harian di Libya turut berperan dalam kelanjutan reli negatif ini.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (26/10/2020), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman bulan Desember 2020 terpantau turun 1,6 persen di level US$39,23 per barel pada New York Mercantile Exchange hingga pukul 08.13 waktu Singapura.

Selain itu, harga minyak Brent untuk kontrak bulan Desember 2020 juga turun 1,4 persen dan berada di kisaran US$41,18 per barel setelah anjlok 2,7 persen pekan lalu.

Harga minyak berjangka di New York terus tergelincir mendekati US$39 per barel setelah AS kembali rekor kenaikan kasus positif tertinggi dalam dua hari beruntun. Sementara itu, Italia memberlakukan kebijakan lockdown parsial, dan Spanyol menetapkan pemberlakuan jam malam nasional.

Di sisi lain, kejelasan paket stmulus AS dapat tercapai sebelum pemilihan presiden (pilpres AS) pada 3 November mendatang semakin suram. Partai Demokrat dan Partai Republikan saling tuduh terkait keengganan masing-masing pihak untuk menyepakati kebijakan stimulus tersebut dalam sebuah wawancara.

Enam bulan setelah virus corona menghantam harga minyak dunia, kembali melonjaknya kasus positif virus corona berpotensi menghambat pemulihan permintaan minyak dunia. Meski demikian, krisis ini diperkirakan tidak akan separah bulan April lalu, salah satunya disebabkan oleh terjaganya permintaan minyak di Benua Asia.

Memburuknya prospek permintaan minyak dunia juga semakin diperberat oleh kenaikan produksi minyak harian dari Libya. Force majeure telah diangkat dari sejumlah pelabuhan bongkar muatminyak di Libya seperti Ras Lanuf dan Es Sider. Pemerintah Libya mengatakan, produksi harian minyak di negara tersebut dapat melebihi 1 juta barel per hari dalam empat hari ke depan.

Kenaian jumlah kasus tersebut juga berpotensi menunda rencana penambahan produksi harian yang akan dilakukan oleh OPEC+. Presiden Rusia Vladimir Putin pada pekan lalu menyatakan kesediaannya untuk menunda penambahan produksi minyak harian.

Adapun, putusan ini akan dibahas dalam pertemuan OPEC+ yang dijadwalkan berlangsung pada 30 November hingga 1 Desember mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper