Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus AS Kian Jauh, Bursa Asia Lesu

Indeks S&P/ASX 200 Australia mencatatkan penurunan terbesar di bursa Asia pada pagi ini dengan anjlok 1,2 persen. Koreksi juga terjadi pada indeks Topix Jepang dan Kospi Korea Selatan yang masing-masing turun 0,6 persen dan 0,7 persen.
bursa asia
bursa asia

Bisnis.com, JAKARTA - Bursa saham Asia dibuka melemah ditengah prospek stimulus fiskal dari Amerika Serikat yang kemungkinan akan disahkan setelah Pemilu di AS November mendatang.

Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (22/10/2020), indeks S&P/ASX 200 Australia mencatatkan penurunan terbesar di bursa Asia pada pagi ini dengan anjlok 1,2 persen. Koreksi juga terjadi pada indeks Topix Jepang dan Kospi Korea Selatan yang masing-masing turun 0,6 persen dan 0,7 persen.

Sementara itu. indeks berjangka S&P 500 terkoreksi 0,5 persen hingga pukul 09.04 waktu Tokyo, Jepang. Sebelumnya, indeks ini terpantau turun 0,2 persen pada perdagangan Rabu kemarin.

Sentimen stimulus AS masih menjadi perhatian para pelaku pasar pada perdagangan hari ini. Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan dirinya berharap bakal ada belanja stimulus yang berlaku surut.

Hal itu disampaikannya kendati mayoritas anggota Partai Republik sudah memperingatkan Presiden AS Donald Trump mengenai kesepakatan “mahal” yang akan diajukan Demokrat sebelum Pemilu.

Pemerintah AS mengatakan bakal ada kesepakatan mengenai stimulus fiskal tersebut dalam 48 jam ke depan. Adapun, stimulus fiskal untuk pemulihan ekonomi pasca pandemi itu diajukan senilai US$1,88 triliun atau di bawah US$2,2 triliun seperti yang diajukan Pelosi sebelumnya.

Di sisi lain, anggota Senat AS dari Partai Republik mengatakan kesepakatan paket stimulus fiskal kemungkinan akan sulit tercapai sebelum pemilu presiden AS.

“Pakte stimulus kemungkinan tidak akan terjadi sebelum pemilu AS. Kami memperkirakan pemulihan akan berjalan dan dalam tiga hingga enam bulan ke depan sentimen-sentimen baru akan muncul. Hal tersebut akan membantu peningkatan pendapatan dari perusahaan-perusahaan ke depannya,” jelas Analis Welles Fargo Securities LLC, Anna Han.

Sementara itu, Direktur National Intelligence John Ratcliffe mengatakan, Iran dan Rusia dinilai mencoba melakukan intervensi dalam proses pemilihan presiden di AS yang akan digelar pada 3 November mendatang.

“Kami telah mengkonfirmasi bahwa sejumlah data pendaftaran pemilih telah didapatkan oleh Iran dan Rusia. Data tersebut dapat digunakan oleh aktor-aktor asing untuk menyebarkan informasi palsu,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper