Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Global Turun, Harga Tembaga Terdongkrak

Kenaikan harga tembaga salah satunya disebabkan penutupan kegiatan operasional yang dilakukan oleh Lundin Mining Corp pada salah satu tambangnya di Candelaria, Chili.
Tembaga./Bloomberg
Tembaga./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan positif membuat harga tembaga mendekati level US$7.000 per metrik ton. Peluang penguatan lebih jauh amat terbuka seiring dengan penurunan pasokan global dan kebijakan-kebijakan akomodatif dari China.

Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (21/10/2020), harga tembaga pada pasar London Metal Exchange terpantau menguat 1,1 persen di posisi US$6.964 per metrik ton. Catatan tersebut mendekati torehan harga tertinggi tembaga sebesar US$6.937,50 pada Juni 2018 lalu.

Sementara itu, harga tembaga untuk kontrak bulan Desember 2020  pada pasar Comex terpantau menguat 1,08 persen ke posisi US$318,20/lbs.

Kenaikan harga tembaga salah satunya disebabkan penutupan kegiatan operasional yang dilakukan oleh Lundin Mining Corp pada salah satu tambangnya di Candelaria, Chili. Hal tersebut terjadi seiring dengan aksi mogok pekerja tambang yang menuntut kenaikan upah.

Penghentian operasi tambang tersebut akan berdampak pada total output tembaga yang dihasilkan. Laporan dari International Copper Study Group menyatakan, jumlah produksi tembaga dunia diperkirakan akan kembali menurun pada tahun ini sekaligus melanjutkan tren negatif ini selama dua tahun beruntun.

Sementara itu, riset dari TD Securities menyebutkan, pergerakan positif harga tembaga disebabkan oleh turunnya pasokan komoditas ini akibat pandemi virus corona. Hal tersebut juga ditambah dengan kekhawatiran pasar terhadap gangguan tambahan seiring dengan lonjakan kasus virus corona di seluruh dunia.

Di sisi lain, reli nilai mata uang yuan ke posisi tertinggi sejak Juli 2018 lalu juga ikut memainkan peran terhadap kenaikan harga tembaga. Penguatan mata uang yuan berdampak pada meningkatnya kemampuan pembelian komoditas di negara tersebut.

Adapun berdasarkan data dari Biro Statistik China, pada September 2020, total output tembaga China meningkat 10,3 persen menjadi 909 ribu ton. Catatan ini sekaligus menyamai rekor produksi harian yang terjadi pada November 2019 lalu.

 “Pengembalian pasokan tembaga global tidak dapat dilakukan dengan mudah. Hal ini membutuhkan cukup waktu, terutama dengan adanya permintaan yang muncul dari China. Seluruh sentimen tersebut telah priced-in,” jelas analis RJO Futures Frank Cholly.

Selain itu, sentimen pembahasan stimulus fiskal di Amerika Serikat juga dinilai berperan dalam penguatan harga tembaga. Ketua DPR AS dari Partai Demokrat Nancy Pelosi mengatakan paket stimulus yang akomodatif tengah dirancang dan ia akan kembali berdiskusi dengan Menteri Keuangan Steven Mnuchin pada hari Selasa waktu setempat.

Head of research Sucden Financial Geordie Wilkes mengatakan, sentimen tersebut dinilai akan kian melambungkan harga komoditas, termasuk tembaga. Menurutnya, kebijakan moneter yang luas dari AS akan berimbas pada pelemahan nilai dolar AS.

Ia melanjutkan, pelemahan nilai dolar dan permintaan tembaga dari China yang tetap tinggi kemungkinan akan membawa harga tembaga menguji level US$7.000 per metrik ton.

Adapun, laporan dari Jinrui Futures Co. menyatakan, pembahasan stimulus yang terus berlanjut dan aksi mogok pada pertambangan Lundin menjadi katalis positif bagi reli harga tembaga.

“Harga tembaga juga akan berfluktuasi tergantung dari sentimen pandemi virus corona, termasuk kabar soal perkembangan vaksin,”demikian kutipan laporan tersebut.

Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan peluang penguatan harga tembaga masih terbuka lebar. Ia mengatakan, nilai komoditas ini memang sempat mengalami penurunan di awal tahun 2020.

Meski demikian, harga tembaga mulai membaik pada Maret 2020 dan terus melanjutkan pergerakan positifnya. Tren positif ini menurutnya disebabkan oleh kenaikan inflasi yang kemungkinan akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.

“Kenaikan inflasi ini dampaknya baik untuk komoditas logam dasar karena akan mengerek naik harganya,” jelasnya.

Selain itu, kebijakan pemerintah China yang mengucurkan stimulus di sektor manufaktur turut membantu kenaikan harga tembaga. Hal tersebut dilakukan guna melanjutkan pembangunan proye-proyek di China yang sempat tertunda akibat pandemi virus corona.

Pembangunan proyek tersebut akan membuat permintaan terhadap komoditas seperti tembaga di China mengalami kenaikan. Komoditas tembaga memegang peranan penting dalam laju perekonomian China.

Kebijakan China lainnya yang akan melambungkan nilai tembaga berasal dari sektor lingkungan. Pemerintah China telah mengumumkan rencana pengembangan sumber energi tanpa emisi seperti sinar matahari dan tenaga angin.

Rencana pembangunan pembangkit listrik tersebut akan kian meningkatkan permintaan terhadap tembaga. Wahyu mengatakan, tembaga merupakan salah satu komoditas non logam mulia yang dapat menjadi konduktor listrik yang baik.

Lebih lanjut, rencana pemerintah China untuk mengembangkan industri mobil listrik juga semakin mencerahkan outlook harga komoditas tembaga. Pembuatan mobil listrik teknologi yang efisien umumnya akan menggunakan tembaga dalam jumlah yang besar untuk membuat komponen-komponen seperti baterai dan rotor.

“Dalam jangka pendek maupun jangka panjang, harga tembaga masih berpotensi naik. Apalagi, harapan vaksin dan pembukaan kegiatan ekonomi yang makin kuat pada akhir tahun ini akan semakin positif bagi pergerakan harganya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper