Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emiten Tambang Nikel Gencar Beri Nilai Tambah Komoditas

PT Aneka Tambang Tbk dan PT Vale Indonesia Tbk akan mengambil peran memberikan nilai tambang, sejalan dengan perintisan holding BUMN di bidang baterai atau Indonesia Battery Holding (IBH).
Foto udara pabrik pengolahan nikel milik PT Aneka Tambang Tbk. di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (24/8/2020). PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) mencatat pertumbuhan positif kinerja produksi unaudited komoditas feronikel pada periode triwulan ke-2 tahun 2020 sebesar 6.447 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau naik sebesar dua persen dibandingkan kuartal sebelumnya. ANTARA FOTO/Jojon
Foto udara pabrik pengolahan nikel milik PT Aneka Tambang Tbk. di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (24/8/2020). PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) mencatat pertumbuhan positif kinerja produksi unaudited komoditas feronikel pada periode triwulan ke-2 tahun 2020 sebesar 6.447 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau naik sebesar dua persen dibandingkan kuartal sebelumnya. ANTARA FOTO/Jojon

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten pertambangan mineral terus gencar memberikan nilai tambah terhadap komoditas tambang nikelnya seiring dengan posisi Indonesia sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar dunia dan prospek permintaan komoditas itu yang sangat cerah.

Terbaru, SVP Corporate Secretary PT Aneka Tambang Tbk. Kunto Hendrapawoko mengatakan bahwa perseroan akan mengambil peran dalam penambangan dan pengolahan nikel sulfat. Hal itu sejalan dengan perintisan holding BUMN di bidang baterai atau Indonesia Battery Holding (IBH).

“Saat ini, perseroan bersama MIND ID sedang melakukan kajian secara komprehensif terkait studi kelayakan, termasuk diskusi kepada calon mitra strategis baik dari dalam maupun dari luar negeri terkait dengan rencana besar upaya peningkatan nilai tambah nikel ini,” ujar Kunto kepada Bisnis, Kamis (15/10/2020).

Adapun, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengklaim dua produsen electric vehicle (EV) Battery untuk kendaraan listrik terbesar dunia, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dari China dan LG Chem Ltd dari Korea Selatan, memberikan isyarat akan bergabung dalam proyek investasi bernilai US$20 miliar dalam pengembangan rantai pasokan nikel di Indonesia.

Menurut Kunto, kesempatan itu menjadi prospek yang baik bagi perseroan untuk memperkuat portofolio komoditas nikelnya mengingat rencana pengembangan baterai nasional itu bersifat strategis dan memiliki permintaan yang tinggi.

“Terlebih dengan komposisi anggota MIND ID saat ini, membuka kesempatan sinergi pengelolaan aset pertambangan nasional untuk mendukung pengembangan hilirisasi bisnis mineral yang terintegrasi,” papar Kunto.

Sebelumnya, Direktur Utama Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Orias Petrus Moedak mengungkapkan perseroan akan bergabung dengan PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) di dalam IBH. Tiga perusahaan itu menurutnya akan bergabung di holding dengan komposisi kepemilikan yang sama.

“Kami dari MIND ID akan di holding BUMN industri baterai kemudian di hulu akan ada ANTM. Kami akan join holding dengan Antam dan mitra dari luar yang akan bekerja sama dengan kami,” jelasnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (15/10/2020).

Dia mengungkapkan IBH tidak hanya akan memproduksi baterai untuk kendaraan. Menurutnya, IBH juga akan menyiapkan baterai untuk perumahan.

Di sisi lain, emiten berkode saham ANTM itu saat ini juga tengah menyelesaikan proyek hilirisasi nikel lainnya, yaitu pembangunan pabrik feronikel di Maluku Utara, atau proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Haltim (P3FH), yang akan memperkuat total kapasitas produksi feronikel perseroan menjadi 40.500 TNi.

Proyek berkapasitas 13.500 TNi tersebut masih dalam proses penyelesaian konstruksi tahap akhir dan diperkirakan dapat beroperasi penuh pada tahun depan dengan estimasi pengerjaan konstruksi dan instalasi listrik selama 15 bulan.

Rencana Ekspansi

Secara terpisah, PT Vale Indonesia Tbk. membuka peluang untuk menggarap proyek hilirisasi mineral nikel untuk dijadikan sebagai bahan baku baterai listrik.

Direktur Vale Indonesia Bernardus Irmanto mengatakan bahwa hingga saat ini perseroan hanya menggenggam izin penambangan dan pemrosesan bijih nikel. Perseroan, lanjutnya tidak mengantongi izin industri hilir untuk pembuatan baterai kendaraan listrik.

Oleh karena itu, emiten berkode saham INCO itu membuka peluang untuk ekspansi ke hilirisasi nikel tersebut. Terlebih, Holding BUMN Pertambangan atau MIND ID sudah menggenggam 20 perseroan saham Vale.

“Tapi sampai saat ini belum ada pembicaraan ke arah itu [hilirisasi nikel untuk baterai kendaraan listrik] dan belum menjadi bagian strategi jangka panjang perseroan,” ujar Bernardus kepada Bisnis, Rabu (14/10/2020).

Adapun, INCO tengah merencanakan ekspansi untuk memberikan nilai tambah bagi komoditas tambangnya dengan membangun dua smelter baru, yaitu smelter nikel yang menggunakan teknologi hidrometalurgi atau (high pressure acid leach/HPAL) untuk pengolahan bijih nikel kadar rendah dan smelter feronikel.

INCO berencana untuk membangun smelter nikel HPAL di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, dan smelter feronikel di Bahodopi, Sulawesi Tenggara yang konstruksinya masing-masing diharapkan rampung pada 2025 dan 2024.

Lebih rinci, proyek Pomalaa diperkirakan membutuhkan investasi sekitar US$2,5 miliar sedangkan proyek Bahodopi membutuhkan US$1,5 miliar. Kendati demikian, nilai kedua proyek itu dapat berubah dan dipastikan pada saat final investment decision (FID) yang ditargetkan pada kuartal I/2021.

Di sisi lain, kabar ekspansi nikel terutama terkait IBH itu telah menyulut harga saham ANTM dan INCO sepanjang perdagangan pekan lalu. Saham ANTM melonjak hingga 22,88 persen, sedangkan saham INCO naik 7,32 persen sepanjang perdagangan pekan lalu.

Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu memberikan rekomendasi buy terhadap kedua saham itu dengan masing-masing target price ANTM di level Rp960 dan INCO di level Rp4.000.

Dia menilai, pembentukan IBH akan berdampak sangat positif terhadap ANTM terutama untuk penyerapan bijih nikel yang sejak 1 Januari 2020 sudah tidak bisa di ekspor.

“Per 2019, produksi bijih nikel ANTM sebesar 8,7 juta Wmt. Saat ini, kami belum mengetahui rasio konversi bijih nikel menjadi battery berapa persen, tetapi sejauh ini, posisi ANTM sebagai hulu akan cukup mendorong topline ANTM,” papar Dessy kepada Bisnis, Jumat (16/10/2020).

Sementara itu, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan mengatakan bahwa pihaknya berpotensi meningkatkan target price saham ANTM dalam waktu dekat seiring dengan posisi harga saham ANTM sudah mendekati target price di level Rp960.

“Untuk saat ini, kami mempertahankan estimasi pendapatan setahun penuh 2020 ANTM, karena kami masih menunggu panduan lebih lanjut dari perusahaan terkait berita IBH. Kami juga mempertahankan TP untuk ANTM pada Rp960 dan kemungkinan dapat meningkatkannya dalam waktu dekat,” ujar Andy seperti dikutip dari publikasi risetnya, Minggu (18/10/2020).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper