Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Demo Tolak Omnibus Law Sepekan, Transaksi Saham Naik 34 Persen

Sepannjang pekan ini, frekuensi transaksi saham harian meningkat 34 persen menjadi 778.929 ribu kali transaksi. Indeks berhasil naik 0,98 persen sepanjang pekan di tengah aksi demonstrasi menolak omibus law UU Cipta Kerja
Karyawan beraktivitas di galeri PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (6/10/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawan beraktivitas di galeri PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (6/10/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencetak penguatan hampir 1 persen sepanjang pekan ini, 12 Oktober 2020 hingga 15 Oktober 2020. Indeks bisa tetap terkerek kendati dibayangi demonstrasi menolak omnibus law UU Cipta Kerja.

Data Bursa Efek Indonesia menunjukkan, pada penutupan akhir pekan, indeks parkir di level 5.103,41, lebih tinggi dari posisi akhir pekan lalu di level 5.053,66. Sepanjang pekan ini, indeks menguat tiga sesi dan terkoreksi dua sesi.

Sejalan dengan penguatan indeks, transaksi saham di Bursa Efek Indonesia meningkat hingga 34,57 persen. Data BEI melansir, frekuensi harian mengalami peningkatan menjadi 778.929 ribu kali transaksi dibandingkan dengan pekan sebelumnya sebanyak 578.849 ribu transaksi.

“Peningkatan juga terjadi pada volume transaksi sebesar 10,34 persen menjadi 12,164 miliar sepanjang pekan ini,” tulis BEI dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Sabtu (17/10/2020).

Sementara itu, data rata-rata nilai transaksi harian Bursa selama sepekan juga mengalami peningkatan sebesar 9,43 persen menjadi Rp9,121 triliun. Kapitalisasi pasar Bursa juga naik menjadi Rp5.935,388 triliun dari Rp5.877,468 triliun pada pekan lalu.

Di sisi lain, pelemahan indeks kemarin dinilai merupakan aksi ambil untung para investor setelah indeks mencetak reli 8 sesi beruntun.

“Saya melihat ini ada aksi profit taking yang terjadi. Tapi, tentu faktor global juga memberi tekanan ke pasar kita,” kata Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee kepada Bisnis, Jumat (16/10/2020).

Hans menunjukkan bahwa pelaku pasar secara global khawatir stimulus fiskal di AS tidak akan menemukan titik terang hingga Pemilu AS bulan depan. Padahal, perekonomian Negeri Paman Sam yang kian melemah tercermin dari data ketenagakerjaan yang memburuk sangat membutuhkan stimulus tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper