Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Analis : Omnibus Law Positif bagi Rupiah, Sentimen Global Masih Membayangi

Pengesahan omnibus law menjadi kabar baik bagi rupiah karena reformasi struktural jangka panjang akan meningkatkan prospek ekonomi Indonesia, namun sentimen global masih menjadi risiko bagi nilai rupiah
Karyawati menghitung uang dolar AS di Jakarta, Rabu (16/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawati menghitung uang dolar AS di Jakarta, Rabu (16/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dapat menjadi katalis positif untuk mendorong kenaikan nilai rupiah.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (12/10/2020), nilai rupiah terhadap dolar AS naik 1 persen pada pekan lalu setelah pengesahan UU Cipta Kerja. Hal tersebut terjadi setelah nilai rupiah anjlok 4,1 persen pada September lalu ditengah kekhawatiran terhadap independensi bank sentral dan resesi ekonomi pertama sejak 1998.

Adapun, sepanjang tahun 2020 nilai rupiah anjlok 5,7 persen sekaligus menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di wilayah Asia.

“Pengesahan omnibus law menjadi kabar baik bagi rupiah karena reformasi struktural jangka panjang akan meningkatkan prospek ekonomi Indonesia. Pada akhir tahun, nilai rupiah diperkirakan berada di kisaran Rp14.500 per dolar AS,” jelas analis valas Credit Agricole CIB Hong Kong, David Forrester.

Meskipun, rupiah gagal menembus level resistance pada rerata pergerakan harian 200 harinya, level support di Rp15.000 per dolar AS pada tahun ini berhasil dipertahankan. Hal tersebut ditopang oleh neraca perdagangan yang surplus, serta kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan tingkat suku bunga dan mengintervensi nilai Rupiah.

Sementara itu, sentimen global masih menjadi risiko bagi nilai rupiah karena tingkat kepemilikan asing pada pasar surat berharga Indonesia. Selain itu, penyebaran virus corona, dan aksi protes penolakan omnibus law juga dapat melemahkan nilai rupiah.

Sementara itu, analis valas ANZ Banking Group Ltd, Irene Cheung, mengatakan outlook rupiah untuk beberapa pekan ke depan akan bergantung pada sentimen risiko global karena tingkat imbal hasil rupiah yang tinggi di Asia.

“Sentimen pemilu AS akan sangat signifikan karena ketidakpastian yang tinggi serta aliran berita terkait hal tersebut,” ujarnya, seperti dikutip Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper