Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kesembuhan Trump dari Covid-19 Dorong Harga Minyak Mendekati US$40 Per Barel

Sentimen dari Presiden AS Donald Trump tersebut diperkuat dengan aksi mogok kerja di Norwegia yang mengakibatkan produksi minyak harian negara di kawasan Skandinavia tersebut berkurang hingga 330 ribu barel per hari.
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia mulai bergerak naik setelah beredarnya kabar Presiden AS, Donald Trump, yang akan segera meninggalkan rumah sakit setelah dinyatakan positif mengidap virus corona.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (5/10/2020), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman bulan November 2020 naik 1,48 persen ke level US$38,53 per barel hingga pukul 17.44 WIB. Sementara itu, harga minyak Brent untuk kontrak bulan Desember 2020 terpantau naik 1,39 persen pada harga US$40,66 per barel.

Harga minyak berjangka melesat 3,7 persen di New York setelah sempat mencapai titik terendahnya sejak Juni lalu. Sentimen Presiden AS, Donald Trump yang akan segera keluar dari rumah sakit di tengah simpang siur kepastian kesehatannya mempengaruhi pergerakan harga hari ini.

Sedangkan, aksi mogok kerja di Norwegia mengakibatkan produksi minyak harian negara di kawasan Skandinavia tersebut berkurang hingga 330 ribu barel per hari. Equinnor ASA menghentikan operasi empat kilang minyaknya di Laut Utara setelah gagal mencapai kesepakatan dengan para pekerja terkait gaji.

Harga minyak Brent kembali ke level US$40 per barel setelah pelemahan yang terjadi selama beberapa minggu belakangan. Lonjakan kasus positif virus corona di sejumlah negara di dunia meningkatkan kekhawatiran pelaku pasar terhadap pemulihan permintaan minyak dunia.

Hal ini berdampak pada penurunan harga minyak, dengan minyak kontrak jangka panjang merosot ke level terendah dalam enam bulan terakhir pada pekan lalu.

Sementara itu, jumlah produksi minyak mentah harian Libya telah mendekati 300 ribu barel per hari seiring dengan pembukaan kembali sejumlah pelabuhan bongkar muat minyak di negara tersebut.

“Harga minyak mulai kembali naik seiring dengan risiko sentimen yang pulih. Meski demikian, fundamental yang lemah, seperti lonjakan produksi minyak dari OPEC+ di tengah lesunya permintaan akan membatasi reli harga minyak dunia,” jelas analis senior Danske Bank Jens Pedersen.

CEO Total, Patrick Pouyanne menambahkan permintaan minyak eceran di Eropa mulai menunjukkan tren pemulihan. Hal ini terjadi di tengah kenaikan jumlah kasus positif virus corona pada sejumlah negara kekuatan ekonomi utama di Benua Biru.

“Meski ini merupakan kabar baik untuk konsumsi, margin kilang minyak masih sangat buruk,” ujarnya.

Tren pelemahan harga minyak baru-baru ini juga disebabkan oleh sejumlah commodity trading advisers (CTA). Broker di Britannia Global Markets, Keith Wildie mengatakan, 12 dari 14 CTA bertaruh tren pelemahan harga minyak masih akan berlangsung.

Sementara itu, Goldman Sachs Group memperkirakan kementerian keuangan Arab Saudi akan menetapkan harga minyak dunia di kisaran US$50 per barel untuk tiga tahun ke depan.

Analis Goldman Sachs di London, Farouk Soussa, memperkirakan harga terebut didapatkan dari kajian penerimaan pemerintah Arab Saudi dari sektor tersebut.

Adapun, harga tersebut 25 persen lebih tinggi dari kisaran harga minyak dunia saat ini. Meski demikian, angka tersebut masih jauh berada di bawah level harga minyak sebelum pandemi virus corona di kisaran US$65 per barel.

Perkiraan Goldman kurang lebih sama dengan estimasi EFG Hermes yang memproyeksikan harga minyak di kisaran US$50 hingga US$55. Adapun, perkiraan Goldman lebih bullish dengan menyatakan harga minyak Brent akan naik ke level US$65 pada akhir 2021.

Di sisi lain, pemerintah Arab Saudi memperkirakan defisit anggaran pada 2021 akan berada di level 5,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) seiring dengan pengurangan belanja. Jumlah tersebut turun lebih dari 50 persen dari defisit tahun ini sebesar 12,1 persen.

Adapun, sektor perminyakan menyumbang dua pertiga penerimaan pemerintah Arab Saudi pada 2019 lalu. Pada kuartal II tahun ini, pendapatan pemerintah Arab Saudi dari ekspor minyak mentah terpangkas pada level terendah sejak 2016 lalu meskipun menjadi motor utama OPEC dalam usaha pemangkasan produksi minyak harian.

“Pemerintah Arab Saudi berasumsi harga minyak akan naik pada tahun depan. Namun, pendapatan dari sektor ini akan flat pada 2021 dan 2022, dan baru akan pulih pada 2023 mendatang,” jelas Mazen Al-Sudairy, Head of Research di Al Rajhi Capital.

Arab Saudi mempertahankan jumlah produksi minyak hariannya pada September 2020. Dilansir dari Bloomberg, jumlah produksi minyak harian Arab Saudi tercatat sebesar 8,974 juta barel. Angka itu tidak berbeda jauh dibandingkan dengan pada Agustus 2020 di angka 8.988 juta barel per hari.

Sementara itu, angka ekspor minyak Arab Saudi naik tipis menjadi 6,1 juta barel dari catatan Agustus 2020 senilai 6 juta barel.

Arab Saudi telah memangkas produksi minyak hariannya sejak Mei lalu seiring dengan kesepakatan pengurangan output dengan organisasi negara-negara pengekspor minyak atau OPEC+. Berdasarkan kesepakatan itu, target produksi minyak harian Arab Saudi harus berada dibawah 9 juta barel per hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper