Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Berpeluang Rebound Jelang Pemilu AS, Rupiah Kian Tertekan

Volatilitas aset mata uang negara berkembang dinilai meningkat menjelang pemilu di AS.
Karyawati menunjukan Uang Rupiah dan Dollar AS di salah satu kantor cabang Bank BNI di Jakarta, Kamis (3/9/2020).  Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawati menunjukan Uang Rupiah dan Dollar AS di salah satu kantor cabang Bank BNI di Jakarta, Kamis (3/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Para manajer investasi global mulai berbalik arah memburu dolar AS yang telah melemah sejak awal tahun. Hal itu dilakukan untuk menangkap peluang penguatan greenback jelang Pemilu di Negeri Paman Sam pada November 2020.

Imbasnya, mata uang di negara berkembang atau emerging market menjadi tertekan, termasuk rupiah.

Pada perdagangan Senin (28/9/2020), rupiah sempat menembus level Rp14.900 sebelum menguat kembali pada awal perdagangan hari ini menjadi Rp14.872.

Di sisi lain, indeks dolar terus menanjak dengan penguatan 2,22 persen sejak awal bulan menjadi 94.238.

Head of Currencies BNP Paribas Asset Management Momtchil Pojarliev mengatakan bahwa pihaknya mengurangi kepemilikan mata uang emerging market sedikit demi sedikit karena volatilitas aset berisiko cenderung meningkat jelang Pemilu AS.

Adapun, salah satu mata uang yang dijual oleh BNP Paribas Asset Management baru-baru ini termasuk rand Afrika Selatan. Dari penjualan rand, Pojarliev dan tim mendapatkan capital gain sebesar 3 persen - 4 persen dan memutuskan akan membeli rand lagi setelah volatilitas terlewati.

“Menjelang Pemilu, saya perkirakan ada volatilitas tinggi. Dolar AS sudah oversold hingga akhir Agustus 2020 dengan konsensus waktu itu mengatakan jual,” ujar Pojarliev, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (29/9/2020).

Oleh karena dolar AS mulai menguat dalam beberapa pekan terakhir, Pojarliev mengambil posisi ambil untung atau profit taking dari rand Afrika Selatan. 

Tak hanya rand, BNP Paribas Asset Management juga mengurangi kepemilikan mata uang negara berkembang yang telah diakumulasi sejak awal tahun kendati beberapa di antara mata uang emerging market itu ada yang menguat terhadap dolar AS.

Adapun, mayoritas mata uang negara berkembang melemah pekan lalu. Hal itu tercermin dari penurunan performa pengukuran mata uang dari MSCI Inc. ke level terendah sejak Maret 2020.

Pada saat bersamaan, dolar AS menyentuh level tertinggi dalam dua bulan dan terus menuju penguatan tertinggi sejak enam bulan terakhir.

“Tanda-tanda mulai terlihat bahwa rebound dollar AS segera datang, jadi kami melihat level untuk ambil untung dari mata uang negara berkembang,” ujar Pojarliev.

Di sisi lain, Goldman Sachs Group Inc. tetap memburu aset negara berkembang karena harga saham masih volatil.

“Masih terlalu pagi untuk menjual aset emerging market yang memiliki yield tinggi,” tulis Tim Strategis Goldman Sachs yang termasuk Kamakshya Trivedi, dalam catatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper