Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Reksa Dana Campuran Bisa Jadi Aset Pilihan Sebelum Nyemplung ke Saham

Reksa dana campuran yang memiliki aset saham, obligasi, dan deposito cenderung lebih aman ketimbang langsung masuk ke saham.
Pengunjung berjalan di dekat papan elektronik yang menampilkan perdagangan harga saham di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI)  di Jakarta, Jumat (25/9/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Pengunjung berjalan di dekat papan elektronik yang menampilkan perdagangan harga saham di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Jumat (25/9/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian, investor yang mulai berani menambah portofolio saham bisa mempertimbangkan untuk masuk ke reksa dana campuran terlebih dahulu.

Pasalnya, reksa dana campuran yang memiliki aset saham, obligasi, dan deposito cenderung lebih aman ketimbang langsung masuk ke saham.

Chief Investment Officer PT Paytren Asset Management Achfas Achsien mengatakan ketidakpastian di pasar modal masih tinggi pada kuartal IV/2020. Dengan demikian, investor disarankan berinvestasi pada aset saham termasuk reksa dana campuran secara bertahap.

“Menurut saya ini saatnya untuk orang mulai collect [reksa dana campuran] sedikit-sedikit, secara bertahap,” kata Achfas kepada Bisnis, Minggu (27/9/2020).

Achfas menyebut berita penemuan vaksin Covid-19 yang masih terus berkembang membuat kondisi pasar saham jauh lebih rentan ketimbang pasar surat utang.

Hal itu terlihat ketika pasar naik tajam ketika mendengar perkembangan vaksin Covid-19 sebelum akhirnya terkoreksi lagi pada hari berikutnya.

Adapun, aset obligasi sejauh ini menjadi penyeimbang penurunan kinerja saham di dalam reksa dana campuran. Achfas menunjukkan bahwa harga obligasi negara mulai rebound sejak menyentuh level terendah walau terbatas.

Namun, pemulihan IHSG menuju level 6.000 seperti pada tahun lalu tampaknya belum akan terjadi dalam waktu dekat karena seluruh sektor riil terpukul akibat dampak pandemi.

Walaupun sebenarnya saham sektor telekomunikasi seperti PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TLKM) terbilang tahan banting karena terkait dengan digitalisasi. Seperti diketahui, penguatan indeks S&P 500 di Amerika Serikat saat ini lebih ditopang oleh meroketnya harga-harga saham emiten berbasis teknologi dan digital.

Di sisi lain, investor asing terpantau masih membukukan aksi jual bersih atau net sell yang cukup besar di pasar saham dan pasar obligasi.

Achfas memperkirakan IHSG pada akhir tahun nanti dapat bertahan pada kisaran 5.500—5.600 karena investor tampaknya masih menunggu kejelasan dan efektivitas vaksin Covid-19.

Namun, pada masa pemulihan ekonomi nanti diperkirakan IHSG dapat melaju kencang karena pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif untuk industri riil seperti stimulus pajak otomotif dan pajak properti.

“Tidak terlalu tinggi. karena walaupun vaksin ditemukan, butuh waktu beberapa bulan bahkan lebih dari setahun untuk distribusi dan lainnya. Jadi, menurut saya, kita harus siap-siap tapi tidak terlalu optimis,” tutur Achfas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper