Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cerita dari Korea, Saat Milenial 'Bertaruh' di Lantai Bursa demi Rumah Impian

Angka pengangguran di Korea Selatan pada rentang usia 15-29 tahun melonjak hingga 10,1 persen. Kaum milenial dengan pendapatan terbatas mencoba peruntungan lain demi menjemput impian ; pasar saham.
Bursa Kospi/koreajoongangdaily
Bursa Kospi/koreajoongangdaily

Bisnis.com, JAKARTA – Generasi milenial di Korea Selatan punya pelarian dalam upaya mencari keuntungan, bursa saham. Harga properti yang tinggi, tidak mampu digapai generasi milenial Kore.

Dilansir dari Bloomberg , sebanyak 65 persen nilai perdagangan saham berasal dari transaksi investor ritel, mengacu data Korea Investment & Securities. 

Tahun lalu, porsi investor ritel baru 48 persen. Investor ritel tersebut berada di kisaran  umur 20 hingga 30 tahunan, rentang generasi milenial.

Jenny Lee adalah salah satu investor dari kalangan milenial yang turut meramaikan lantai bursa. Wanita berusia 27 tahun tersebut kin menggantungkan harapannya pada instrumen saham. 

Dia tidak berharap mendapat gaji tinggi karena hanya memiliki gelar sarjana dari kampus kurang terkenal di Seoul. 

Modal ijazah tadi tidak cukup untuk bisa bekerja di perusahaan sekelas Samsung. Maka, dia ‘bertaruh’ di lantai bursa agar bisa menjemput impiannya, membeli sebuah apartemen.

“Di Korea, orang-orang di umur 20 tahunan hanya memiliki dua cara untuk menjadi kaya: memenangkan undian lotere atau bermain saham,” katanya.

Hal serupa juga dilakukan Park Sung-woo yang bekerja sebagai seorang karyawan di perusahaan pengolahan daur-ulang di Seoul. 

Dia berharap hasil dari permainan sahamnya dapat menjadi dana untuk membeli rumah di wilayah tersebut.

“Hampir mustahil bagi saya untuk membeli rumah tanpa ada bantuan dari orang tua saya,” katanya.

Mahasiswa fakultas ekonomi Jang Ho-yoon mengatakan, kelima anggota keluarganya kini juga menjadi day trader. 

Dia mengatakan sejumlah temannya membeli saham-saham perusahaan bioteknologi karena menyukai nama perusahaan tersebut.

Para generasi milenial berharap pendapatannya dari pasar saham dapat mengeluarkannya dari kondisi perekonomian yang kurang baik. 

Padahal, kondisi perekonomian Negeri Ginseng tersebut telah mengalami gangguan sejak sebelum pandemi virus corona terjadi.

Grup konglomerasi usaha yang menjadi tumpuan ekspor Korea Selatan atau Chaebol seperti SK Group kini kesulitan untuk menyerap tenaga kerja karena kondisi perekonomian yang kurang optimal. Lapangan pekerjaan pun menjadi sulit, apalagi mendapat persetujuan kredit perumahan dari perbankan.

Pada kuartal II/2020, angka pengangguran pada rentang usia 15-29 tahun di Korea Selatan melonjak hingga 10,1 persen.  Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat angka pengangguran nasional sebesar 4,4 persen.

Sementara itu, sejak 2014, harga properti di Korea Selatan terus mengalami kenaikan. Rata-rata harga apartemen di wilayah Seoul saat ini adalah sebesar 918,1 juta won atau US$792.800. Bila dikonversi ke rupiah harga rata-rata apartemen di Seoul mencapai Rp11,65 miliar.

Harga rata-rata itu tentu cukup tinggi. Terlebih bila dibandingkan dengan pendapatan per kapita Negeri Ginseng tersebut sebesar  US$32.047.

Guna mencegah kenaikan harga properti lebih lanjut, pemerintah Korea Selatan telah mengambil sejumlah kebijakan. 

Salah satu upaya yang dilakukan adalah menentukan rasio loan-to-value untuk rumah di bawah 900 juta won sebesar 40 persen.

Profesor ekonomi di University of Suwon Lee Han Koo mengatakan, generasi milenial Korea Selatan saat ini tengah putus asa karena pembekuan lapangan kerja. Sentimen ini juga diperparah dengan harga properti di ibukota Korea Selatan yang terus meroket.

“Hal ini membuat bermain di pasar saham menjadi kesempatan sekali seumur hidup untuk menjadi kaya,” ujarnya.

Adapun tren investor ritel di Korea Selatan juga memunculkan banyaknya spekulasi di pasar saham. Mereka menyerbu pasar saat gelembung dot-com terjadi pada periode 1990 an, serta pada demam Bitcoin 2017. 

Melihat tren tersebut, otoritas pasar di Negeri Ginseng itu kemungkinan akan mencoba untuk memadatkan spekulasi-spekulasi tersebut. Sepanjang tahun ini, indeks Kospi mengalami pertumbuhan 6 persen, sementara indeks Kosdaq melesat 25 persen.

Dong-Hyun Ahn, Dosen Ekonomi di Seoul National University menerangkan, dahulu, ada beberapa tingkat yang harus dilalui oleh masyarakat Korea Selatan untuk meningkatkan status sosialnya. 

Dulu, saat orang Korea bisa lulus dari universitas yang bagus, mereka bisa mendapat pekerjaan di perusahaan Chaebol, dan akhirnya membeli rumah di Seoul. 

“Tetapi, saat ini amat mustahil untuk membeli rumah meskipun mereka memiliki gelar dan pekerjaan yang bagus,” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper