Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Ditutup Menguat Terdorong oleh Pelemahan Dolar AS

Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 0,24 persen atau 35 poin menjadi Rp14.700 per dolar AS saat indeks dolar AS terkoreksi 0,14 persen.
Karyawati menghitung uang rupiah dan dollar AS di salah satu bank di Jakarta, Kamis (10/9/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati menghitung uang rupiah dan dollar AS di salah satu bank di Jakarta, Kamis (10/9/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah menguat pada akhir perdagangan Senin (21/9/2020), terdorong oleh depresiasi indeks dolar AS dan kabar distribusi vaksin Covid-19.

Mengutip Bloomberg pada Senin (21/9/2020), rupiah ditutup menguat 0,24 persen atau 35 poin menjadi Rp14.700 per dolar AS. Sejak awal tahun, rupiah masih melemah 6,01 persen.

Sementara itu, berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia rupiah juga terapresiasi 0,3 persen menjadi Rp14.723.

Sepanjang hari ini, rupiah dibuka pada level Rp14.670. Pada awal perdagangan, mata uang Garuda sempat menuju level tertinggi pada Rp14.715 sebelum akhirnya kembali menguat.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan bahwa penguatan rupiah tertopang oleh pelemahan dolar AS dan kabar vaksin Covid-19 yang sudah didistribusikan ke rumah sakit rujukan di Indonesia.

“Wajar kalau arus modal asing kembali masuk ke pasar dalam negeri karena Indonesia secara fundamental masih cukup kuat ekonominya dan ini bisa dilihat dari transaksi valas dan obligasi,” kata Ibrahim, Senin (21/9/2020).

Dari eksternal, indeks dolar AS terus memburuk dan menuju pelemahan secara kuartalan sejak 2010.

Pasalnya, indeks saham di Negeri Paman Sam sudah menguat terlalu tinggi (outperform) dan akan mendorong investor mencari saham-saham dengan valuasi murah di bursa negara lain yang masih underperform.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama dunia melemah 0,14 persen ke level 92.796 pada Senin (21/9/2020) pukul 14.24 WIB.

Selama satu kuartal terakhir, indeks dolar AS jeblok hampir lima persen.

Depresiasi dolar AS tersebut seiring dengan prospek pemulihan ekonomi di AS pasca pandemi. Optimisme pemulihan ekonomi sudah terlihat di pasar saham yang tercermin lewat reli indeks S&P500 hingga 7 persen.

Di sisi lain, kinerja pasar saham di negara lain seperti di Jepang, Zona Euro, Kanada, Inggris, dan Australia masih belum mampu menandingi performa bursa Wall Street.

Bursa negara-negara yang masih underperform tersebut cenderung akan menarik dana asing untuk masuk dan meninggalkan bursa AS karena menawarkan harga saham dengan valuasi lebih murah.

Biasanya, perpindahan modal dari aset yang sudah outperform ke aset yang masih underperform ini akan berlangsung berbulan-bulan bahkan hingga akhir tahun karena menyesuaikan dengan target alokasi dari masing-masing investor.

Bloomberg mencatat dalam beberapa hari ke depan diperkirakan investor akan mulai menjual dolar AS dan membeli mata uang di negara yang pasar sahamnya masih underperform seperti poundsterling Inggris dan dolar Australia.

Selanjutnya, setelah volatilitas pasar saham dan mata uang lebih terkendali diperkirakan rebalancing portofolio akan terjadi di pasar ekuitas. Bukan tidak mungkin, dana-dana global akan kembali melirik aset-aset di negara berkembang seperti Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper