Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Cerah Emiten Lahan Industri di Tengah Wacana Migrasi Pabrik ke Indonesia

Ellen May Institute menilai emiten lahan industri punya proyeksi cerah seiring wacana relokasi pabrik asing, dengan rekomendasi saat ini jatuh pada SSIA dan BEST.
Pengunjung memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (14/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (14/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga edukasi pasar modal Ellen May Institute memprediksi prospek cerah telah menanti emiten-emiten lahan industri.

Prospek itu muncul seiring  pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, yang mengklaim sudah ada 143 perusahaan asing berencana merelokasi investasinya ke Indonesia.

Dua emiten yang dinilai Ellen May Institute paling menjanjikan adalah PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) dan PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST).

Secara garis besar, emiten yang disebut pertama dinilai punya kelebihan berupa tempat strategis. Jika ditinjau dari rekam jejak lokasinya proyek-proyeknya, SSIA acap memiliki tempat yang strategis karena sangat didukung aspek infrastruktur.

"Terdapat tol Trans Jawa, Pelabuhan Patimban yang menjadi salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia, ada bandara Kertajati, dan juga lintas kereta. Ini menjadi hal positif bagi SSIA," tulis mereka dalam naskah riset yang diterima Bisnis, Kamis (17/9/2020).

Adapun BEST direkomendasikan karena memiliki kinerja lebih baik dari aspek profitabilitas, rasio utang, dan valuasi. Walau demikian, dalam kondisi perdagangan saat ini, Ellen May Institute tak merekomendaikan SSIA dan BEST untuk investasi jangka panjang.

Mereka lebih menyarankan membeli dua emiten tersebut untuk kepentingan trading, mengingat kondisi sektor properti yang masih terpukul telak.

Sepanjang semester I/2020 misalnya, penjualan BEST turun 58,5 persen secara year on year (yoy). Perusahaan juga merugi Rp37 miliar, berbalik dari posisi untung Rp114 miliar pada semester I/2019.

Begitu pun dengan SSIA, yang mengalami pembengkakan kerugian dari Rp7 miliar pada semester I/2019 jadi Rp 114 miliar pada semester I/2020. "Untuk trading kami merekomendasikan BEST dan SSIA. Hal ini menggunakan strategi buy in breakout."

Ellen May telah membeli BEST di harga 146 pada 27 Agustus 2020, dan sudah floating profit 29.45% per Rabu (16/9). Sementara untuk SSIA, Ellen May telah membeli setelah harga SSIA breakout dari posisi Rp418.

"Kami membeli [SSIA] di harga 428 dan saat ini floating profit 2.34%. Saham BEST dan SSIA kami jadikan sebagai saham super."

Mengacu data Bloomberg, pada akhir perdagangan Jumat (18/9) saham SSIA tercatat berada pada level harga Rp430, turun 2 poin atau 0,5 persen dari posisi sehari sebelumnya. Sementara itu, saham BEST ditutup pada harga Rp181, turun 13 poin alias 6,7 persen dari posisi sehari sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper