Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berkah Dana Investasi Pemerintah ke BUMN, Saham GIAA dan KRAS Melejit

Pada perdagangan Senin (7/9/2020) pukul 09.15 WIB, saham GIAA menguat 2,38 persen atau 6 poin menjadi Rp258. Adapun, saham KRAS juga melejit 3,14 persen atau 12 poin menuju Rp394.
Pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia bersiap melakukan penerbangan di Bandara internasional Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara akhir pekan lalu (8/1/2017)./Bisnis-Dedi Gunawann
Pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia bersiap melakukan penerbangan di Bandara internasional Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara akhir pekan lalu (8/1/2017)./Bisnis-Dedi Gunawann

Bisnis.com, JAKARTA - Saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) terpantik dana penerimaan investasi pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Pada perdagangan Senin (7/9/2020) pukul 09.15 WIB, saham GIAA menguat 2,38 persen atau 6 poin menjadi Rp258. Adapun, saham KRAS juga melejit 3,14 persen atau 12 poin menuju Rp394.

Padahal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tengah melemah akibat kejatuhan saham big caps dan mengikuti tren pelemahan bursa global.

Sebagai informasi, aturan pelaksana terkait aksi penyelamatan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN yang terdampak pandemi Covid-19 akhirnya terbit.

Dalam PMK No.118/PMK.06/2020 tentang Investasi Pemerintah Dalam Rangka Program Pemulihan Nasional (PEN) pemerintah menjelaskan bahwa penerbitan beleid ini merupakan Pasal 15A ayat (4) Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2020.

Seperti diketahui Pasal 15 A PP tersebut menjelaskan bahwa investasi pemerintah berupa pemberian pinjaman kepada BUMN dilakukan untuk memberikan dukungan kepada BUMN dan lembaga guna memperkuat dan menumbuhkan kemampuan ekonomi BUMN

Dalam catatan Bisnis, pemerintah telah mengalokasikan anggaran senilai Rp19,7 triliun untuk mendukung invetasi pemerintah ke 5 BUMN penerima. Pertama, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk senilai Rp8,5 triliun. Kedua, PT Kerata Api Indonesia (Persero) Rp3,5 triliun.

Ketiga, Perum Perumnas mendapatkan investasi pemerintah senilai Rp700 miliar. Keempat, PT Krakarau Steel (Persero) Tbk. senilai Rp3 triliun. Kelima, PT Perkebunan Nusantara (Persero) Rp4 triliun.

Di antara kelima BUMN tersebut, Garuda Indonesia dan Krakatau Steel tengah menanggung beban keuangan yang cukup besar. Utang Garuda Indonesia hampir mencapai Rp32 triliun rupiah, sementara Krakatau Steel sekitar Rp30 triliun.

KENAIKAN PENUMPANG

Sementara itu, Garuda Indonesia melaporkan pertumbuhan jumlah penumpang secara month to month pada Agustus 2020.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan terjadi kenaikan jumlah penumpang pada kuartal III/2020. Penambahan jumlah yang signifikan menurutnya terjadi pada periode libur panjang Agustus 2020.

Irfan mengatakan semua rute perseroan terisi. Selain itu, emiten berkode saham GIAA tersebut juga membuka beberapa rute baru.

“Agustus 2020 dibandingkan Juli 2020 jumlah penumpang naik sekitar 50 persen,” ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Berdasarkan laporan keuangan yang tidak diaudit semester I/2020, GIAA membukukan penurunan pendapatan usaha 58,18 persen secara year on year (yoy) menjadi US$917,28 juta per 30 Juni 2020. Maskapai pelat merah itu membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik enititas induk US$712,73 juta atau setara dengan Rp10,19 triliun pada semester I/2020.

Manajemen GIAA menjelaskan bahwa Covid-19 memberikan dampak signifikan terhadap kinerja perseroan. Kondisi itu karena pembatasan pergerakan dan penerbangan selama masa pandemi.

Rerata frekuensi penerbangan turun drastis dari 400 penerbangan per hari menjadi 100 per hari. Jumlah penumpang menyusut hingga 90 persen.

Seperi diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sektor transportasi mulai bergeliat pada Juli 2020. Jumlah penumpang transportasi udara rute domestik sebanyak 1,46 juta orang atau naik 135,74 persen secara month to month (mtm).

Di lain pihak, Analis PT Artha Sekuritas Indonesia Nugroho R. Fitriyanto menilai ada tren perbaikan setelah pelonggaran terkait ketentuan bagi penumpang yang ingin melakukan penerbangan. Dengan demikian, kebijakan itu berdampak terhadap kenaikan jumlah penumpang secara mtm.

“Meskipun memang secara year on year penurunannya masih jauh. Hal ini dapat menjadi sentimen positif untuk emiten penerbangan,” jelasnya.

Nugroho mengatakan kerugian yang saat ini diderita bisa berkurang. Proyeksi itu seiring dengan perbaikan dari sisi okupansi karena kenaikan jumlah penumpang.

“Namun, memang masih jauh dari break even point,” imbuhnya.

Dia meyakini tren perbaikan masih akan terjadi pada semester II/2020. Kendati demikian, perlu diperhatikan kasus Covid-19 yang masih mengkhawatirkan di Indonesia.

“Sewaktu-waktu bisa saja penerapan PSBB diketatkan kembali dan menurunkan permintaan masyarakat atas jasa transportasi udara,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper