Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banjir Likuiditas Global, Bagaimana Efeknya ke Pasar Obligasi Indonesia?

Kelebihan likuiditas pada era suku bunga rendah akan mendorong aliran dana global beralih ke aset yang menawarkan potensi imbal hasil tinggi, seperti obligasi Indonesia.
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan moneter longgar dari Amerika Serikat yang diperkirakan berlangsung hingga tahun depan dapat menjadi angin segar bagi aset obligasi Indonesia.

Pasalnya, kelebihan likuiditas pada era suku bunga rendah akan mendorong aliran dana global beralih ke aset yang menawarkan potensi imbal hasil tinggi, seperti obligasi Indonesia.

CIO Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula memperkirakan kebijakan suku bunga rendah dari Bank Sentral AS (Federal Reserve) akan membuat imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun bergerak di bawah level 1 persen.

“Imbal hasil US Treasury yang diperkirakan terjaga kurang dari 1 persen membuat selisih imbal hasil terhadap obligasi pemerintah Indonesia menarik, masih di atas 550 bps,” kata Ezra dalam laporan terbarunya, dikutip pada Jumat (21/8/2020).

Berdasarkan data worldgovernmentbonds.com, yield SUN tenor 10 tahun tercatat sebesar 6,80 persen dengan spread terhadap Treasury AS tenor 10 tahun sebesar 615,6 bps. Sementara itu, Credit Default Swap (CDS) 5 tahun berada pada level 103,68 yang mencerminkan probabilitas default sebesar 1,73 persen.

Ezra memperkirakan Bank Sentral AS (Federal Reserve) akan melanjutkan kebijakan akomodatif setidaknya hingga 2022 untuk menopang likuiditas dan proses pemulihan ekonomi.

“Saat ini, obligasi Indonesia—baik dalam denominasi rupiah dan dolar AS—menawarkan selisih imbal hasil yang menarik terhadap Treasury AS dan selisih imbal hasil tersebut belum kembali ke periode pra-pandemi,” kata Ezra.

Di tengah likuiditas yang membanjir ini, investor tampak mengesampingkan dulu data peningkatan sebaran virus dan fokus pada tema yield hunting.

Adapun, saat ini aset obligasi Tanah Air terus dilirik oleh investor asing karena imbal hasil riil obligasi Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan Asia.

Belum lagi, likuiditas perbankan domestik yang tinggi karena penyaluran kredit terbilang rendah tahun ini ikut meningkatkan permintaan untuk surat utang tenor pendek dan panjang.

“Masuknya aliran dana asing dengan jumlah yang substansial—memperhitungkan kepemilikan asing yang relatif rendah kurang dari 30 persen berpotensi membuat imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun untuk turun lebih dalam lagi dari level saat ini,” kata Ezra.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) domestik yang dapat diperdagangkan senilai Rp938,96 triliun hingga Jumat (21/8/2020).

Selanjutnya, skema burden-sharing antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia juga menambah kepercayaan diri investor.

Ezra menunjukkan kenaikan aliran dana asing terjadi hampir dua kali lipat pada Juli ketika kebijakan burden sharing diumumkan, atau kenaikan tertinggi dibandingkan obligasi negara berkembang dengan peringkat kredit yang sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper