Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bulan Madu Harga Emas Berakhir, Anjlok ke Level US$1.800

Harga emas telah jatuh lebih dari 5 persen seiring dengan kenaikan imbal hasil obligasi AS dan kabar positif pengembangan vaksin virus corona Covid-19.
Tumpukan emas batangan./Bloomberg
Tumpukan emas batangan./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Tren kenaikan harga alias reli logam mulia tampak mulai berakhir. Harga emas yang sempat menyentuh level US$2.075 per troy ounce sudah turun lebih dari 100 poin dalam sepekan terakhir.

Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot turun 31,92 poin ke posisi US$1.879,97 per troy ounce pad apukul 09.12 WIB. Sementara itu harga emas berjangka Comex untuk kontrak Desember 2020 turun 50,30 poin ke posisi US$1.896 per troy ounce.

Tiga jam lalu, harga emas spot masih terpantau di level US$1.917,64 sedangkan emas Comex di posisi $1.926,10 per troy ounce. Dengan kata lain, harga emas sudah jatuh lebih dari 5 persen.

Imbal hasil obligasi AS naik memotong bunga riil negatif yang telah mendongkrak harga minyak. Imbal hasil obligasi AS 10 tahun melonjak tajam sejak Juni 2020 menjelang penerbitan obligasi pemerintah dan korporasi besar-besaran.

"Saat ini kurs riil jelas bergerak lebih tinggi dan itu jelas yang menekan emas lebih rendah," kata Michael Widmer, kepala penelitian logam di Bank of America Merrill Lynch, melalui telepon dari London.

Di samping itu, kemilau emas meredup setelah permintaan logam mulia sebagai aset aman turun seiring dengan komentar Presiden AS Donald Trump terkait potensi pemotongan pajak, data ekonomi CHina yang kuat, dan penurunan pasien rawat inap di California dan New York.

Penemuan vaksin Covid-19 ole Rusia juga menjadi sentimen yang memukul pergerakan harga emas. Untuk diketahui, secara global kasus infeksi virus corona (Covid-19) telah mencapai 20 juta kasus.

Penurunan harga emas lebih dari 5 persen cukup mengagetkan sebagaimana halnya saat emas mengalami reli hingga menembus level US$2.000 per troy ounce.

"Ini cukup mendadak dan brutal. Tetapi kenaikan harga sebelumnya bahkan lebih mendadak dan brutal,” ujar Carsten Fritsch, seorang analis komoditas di Commerzbank AG seperti dikutip dari Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper