Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Stimulus AS Tak Kunjung Datang, Bursa Asia Dibuka Variatif

Indeks Shanghai Composite melemah 0,37 perse dan indeks Hang Seng turun 0,52 persen pada awal perdagangan. Sementara itu, indeks Kospi di Korea Selatan menguat 0,1 persen dan Indeks S&P/ASX 300 di Australia naik 0,2 persen.
Bursa Asia/ Bloomberg.
Bursa Asia/ Bloomberg.

Bisnis.com, JAKARTA — Indeks saham di Bursa Asia dibuka variatif pada perdagangan awal pekan ini. Saat ini, investor masih menantikan waktu peluncuran paket stimulus dari Amerika Serikat dan mencermati perkembangan pakta perdagangan AS—China.

Pada pembukaan perdagangan Senin (10/8/2020), Indeks Shanghai Composite melemah 0,37 perse dan indeks Hang Seng turun 0,52 persen pada awal perdagangan. Sementara itu, indeks Kospi di Korea Selatan menguat 0,1 persen dan Indeks S&P/ASX 300 di Australia naik 0,2 persen.

Indeks saham di Jepang dan Singapura tidak bergerak karena hari libur.

Di sisi lain, indeks berjangka S&P 500 turun 0,1 persen pada pukul 10.01 pagi di Sydney setelah menguat 0,1 persen pada akhir pekan lalu.

Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang terkait dengan paket pemulihan ekonomi pasca pandemi. Beberapa program yang ditawarkan a.l. bantuan bagi pengangguran, potongan pajak pendapatan temporer, perlindungan penggusuran, dan bantuan beasiswa.

Namun demikian, pihak Partai Demokrat dan Partai Republik di AS masih memiliki perbedaan pendapat mengenai belanja negara secara keseluruhan dan beberapa isu lainnya.

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan dirinya bakal mendengarkan seluruh proposal yang ditawarkan oleh Partai Demokrat.

Sementara Ketua DPR AS Nancy Pelosi berharap perundingan dengan Gedung Putih dapat dilanjutkan dalam waktu dekat.

Ketidakpastian yang muncul dari perkembangan perundingan stimulus di AS membuat investor mengira-ngira arah realisasi kebijakan tersebut.

Chief Economist di First Abu Dhabi Bank PJSC Simon Ballard mengatakan keterlambatan pengumuman paket pemulihan ekonomi yang senilai US$1 triliun membuat ekonomi AS bisa semakin tertekan.

“Fokus utama berikutnya adalah eskalasi hubungan AS—China dan kemajuan dalam perundingan dagang kedua negara,” kata Ballard seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (10/8/2020).

Adapun, kasus positif di AS telah melewati 5 juta kasus yang mana 1 juta kasus terbaru terjadi dalam waktu kurang lebih dua minggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper