Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Pemulihan Ekonomi Meningkat, Harga Minyak Menghangat

Penguatan harga minyak ke level tertinggi sejak jatuh secara drastis pada awal Maret 2020 menjadi indikasi dari pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.
Ilustrasi.
Ilustrasi.

Bisnis.com, JAKARTA – Penguatan harga minyak ke level tertinggi sejak jatuh secara drastis pada awal Maret 2020 menjadi indikasi dari pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Baik harga miyak Brent maupun WTI sama-sama menguat lebih dari 3 persen pada perdagangan Selasa (21/7/2020). Per pukul 10.49 waktu New York harga minyak Brent untuk settlement September menguat US$1,5 per barel menjadi US$44,79 per barel. Sementara itu, harga minyak WTI untuk kontrak pengiriman September menguat US$1,44 per barel menjadi US$42,36 per barel.

Penguatan ini terjadi berbarengan dengan kesepakatan pemimpin negara Uni Eropa untuk menggelontorkan stimulus jumbo guna memulihkan ekonomi.

Sentimen lain yang turut mendorong harga komoditas tersebut adalah kabar positif dari perkembangan vaksin Covid-19. Sejumlah vaksin yang tengah dikembangkan diperkirakan akan siap pada awal tahun depan.

Sementara itu, dari sisi permintaan para analis menilai penurunan cadangan minyak di Amerika Serikat menjadi indikasi permintaan minyak mulai pulih. Survei Bloomberg menunjukkan bahwa cadangan minyak AS diperkirakan akan turun untuk ketiga kalinya dalam 4 pekan terakhir.

“Stimulus besar bersejarah dari Uni Eropa menjadi sentimen positif luar biasa bagi pasar minyak dunia,” kata Partner Again Capital LLC John Kilduff, dikutip dari Bloomberg, Selasa (21/7/2020).

Menurutnya, stimulus ini memberi gambaran keseriusan Uni Eropa untuk habis-habisan mendukung ekonominya. Dengan demikian, prospek pertumbuhan ekonomi ke depan akan semakin baik sehingga permintaan minyak turut pulih.

Harga minyak Brent diperkirakan akan terus menguat dan melampaui kisaran US$45 per barel untuk pertama kalinya sejak Maret. Kala itu, harga minyak turun akibat aksi perang harga di antara negara-negara produsen minyak.

Sejak penurunan tersebut, harga minyak belum pernah kembali ke kisaran US$45 per barel. Hingga saat ini, harga minyak sulit masih bangkit seiring angka penyebaran kasus Covid-19 yang terus meningkat secara global.

Energy Equity Analyst CFRA Research Stewart Glickman mengatakan terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi ke depan setelah peningkatan harga di tengah peningkatan pasien Covid-19 yang masih tinggi saat ini.

“Salah satu dari dua hal terjadi, apakah pasar mengantisipasi beberapa jenis obat untuk Covid-19, atau orang-orang akan kecewa dan minyak akan kembali untuk kambuh,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper