Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tembaga Paling ‘Kinclong’ di Antara Logam Lain, Ini Alasannya

Harga tembaga telah bergerak menguat secara year-to-date (ytd), sedangkan harga aluminium, seng, nikel, dan timah masih mencatatkan kinerja negatif tahun ini.
Tembaga./Bloomberg
Tembaga./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Tidak ada yang mengira pemulihan harga tembaga terjadi secepat ini. Saat ini, harga sudah berhasil kembali ke harganya pada awal tahun ini di saat komoditas lainnya masih bersusah payah untuk lepas dari jerat zona merah.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (7/7/2020) harga tembaga si bursa LME berhasil naik 0,97 persen ke level US$6.188 per ton. Kenaikan itu pun membuat harga logam dasar itu menghapus kerugiannya sepanjang tahun berjalan 2020 akibat gejolak pasar seiring dengan pandemi Covid-19.

Harga tembaga berhasil membalikkan keadaan, setelah pada medio Maret 2020 anjlok hingga menyentuh level terendah sejak 2016, di posisi US$4.371 per ton. 

Secara year-to-date (ytd), harga tembaga telah bergerak menguat 0,23 persen. Dengan demikian, tembaga menjadi komoditas dengan kinerja terbaik di antara logam dasar lainnya.

Harga aluminium masih melemah 9,72 persen, harga seng masih tercatat turun 8,89 persen, nikel terkoreksi 3,96 persen, dan timah masih melemah 1,19 persen secara ytd.

Maka tak kaget, sejak bulan lalu Morgan Stanley telah menjadikan tembaga sebagai salah satu komoditas logam dasar yang paling difavoritkan saat ini. Pelaku pasar pun meyakini hal itu akan menjadi pemicu bagi lembaga keuangan lainnya untuk menjagokan tembaga dalam waktu dekat ini.

Adapun, reli tembaga saat ini didukung oleh sentimen gangguan produksi di negara produsen terbesar dunia, Chili, seiring dengan ribuan pekerja tambang asal negara itu jatuh sakit di tengah sentimen sinyal pemulihan permintaan dari China, konsumen logam terbesar dunia.

Analis TD Securities Ryan McKay mengatakan bahwa harga logam yang sering dijadikan sebagai barometer pertumbuhan ekonomi mendapat dorongan tambahan dari sisi pasokan seiring dengan Amerika Latin telah menjadi pusat penyebaran Covid-19 saat ini dan pembatasan sosial pun diterapkan di wilayah pertambangan besar.

“Dengan sentimen itu, beberapa penambang semakin optimistis pada prospek harga tembaga ke depan,” ujar McKay seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (8/7/2020).

Salah satu perusahaan tambang tembaga, Eurasian Resources Group, mengaku optimistis harga tembaga dapat mencapai US$7.000 per ton pada tahun depan, dibantu oleh periode kekurangan pasokan struktural yang berkepanjangan akibat pandemi Covid-19.

Adapun, gangguan pasokan terutama berasal dari Chili, yang menyumbang lebih dari seperempat pasokan tembaga global. Negara itu saat ini tengah berjuang untuk mempertahankan tingkat produksinya karena banyak pekerja tambangnya jatuh sakit seiring dengan lonjakan infeksi Covid-19 di Chili.

Serikat pekerja tambang dan politisi lokal Chili pun menyuarakan pembatasan sosial yang lebih ketat, walaupun jumlah pekerja di wilayah tambang sudah dikurangi.

Di wilayah tambang Codelco, salah satu perusahaan tembaga terbesar dunia, sebanyak 2.843 pekerja telah terkonfirmasi positif Covid-19 per 5 Juli 2020. Wilayah tambang terparah El Teniente dan Chuquicamata yang masing-masing pekerja positif terinfeksi sebanyak 1.044 dan 636 kasus.

Akibatnya, proyek pembangunan di El Teniente, tambang terbesarnya Codelco, telah dihentikan dan perusahaan mengubah pola produksi. Di tambang Codelco lainnya, yaitu Chuquicamata, perusahaan menghentikan aktivitas peleburan dan mengurangi pemurnian secara tajam.

Selain itu, perusahaan tambang lainnya, BHP Group, mengumumkan rencana untuk mengurangi aktivitas produksi di tambang Cerro Colorado pada pekan lalu.

Analis BMO Colin Hamilton mengatakan bahwa dengan kondisi Chili yang memiliki tingkat infeksi Covid-19 terburuk di dunia dan ribuan kasus positif terkonfirmasi di wilayah tambangnya, dikhawatirkan tidak dapat memenuhi permintaan China, yang sudah mulai pulih.

“Selain itu, gangguan di Peru, Zambia, dan Meksiko kini juga sudah terlihat sehingga pasar konsentrat tembaga tampaknya akan semakin ketat,” ujar Hamilton.

Analis Capital Futures Wahyu Laksono menjelaskan bahwa rebound harga tembaga akan terus berlanjut didukung oleh pertumbuhan permintaan China seiring dengan stimulus yang diberikan pemerintah.

Credit impuls China dianggap sebagai indikator tunggal terbaik untuk peningkatan permintaan logam dan diperkirakan akan meningkat lebih lanjut yang memperkuat prospek harga tembaga untuk bergerak lebih tinggi.

Apalagi, saat ini pelemahan tingkat cadangan tembaga global juga sedang menjadi sentimen pasar.

“Paruh kedua sepertinya tembaga masih konsolidasi, walaupun rebound masih terbuka lebar tetapi ancaman koreksi juga masih ada karena penyebaran Covid-19 gelombang kedua juga masih mengancam ekonomi, termasuk China,” ujar Wahyu kepada Bisnis, Rabu (7/7/2020).

Dia memperkirakan kisaran harga tembaga tidak akan jauh berbeda dibandingkan dengan kisaran harga pada tahun sebelumnya, atau bergerak di antara US$4.300-US$7.300 per ton.

Sementara itu, level US$5.000-US$6.000 per ton bisa menjadi area konsolidasi sekaligus gravitasi yang menarik harga jika anjlok ataupun melonjak.

Kinerja Harga Logam Dasar
LogamHarga (US$/ ton)*Kinerja YTD (%)

Tembaga

6.188

+0,23

Timah

16.970

-1,19

Nikel

13.469

-3,96

Seng

2.070

-8,89

Aluminium

1.634

-9,72

Keterangan: * Pada penutupan perdagangan Selasa (7/7/2020)

Sumber: Blooomberg, diolah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper