Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Turbulensi Kinerja Emiten Penerbangan Kian Kencang

Dampak dari pandemi dirasakan emiten sektor penerbangan, yang tergambar dalam neraca keuangan.
Pesawat Airbus A330-900neo milik Garuda Indonesia di Hanggar 2 GMF AeroAsia, Rabu (27/11/2019) malam./Bisnis-Rio Sandy Pradana
Pesawat Airbus A330-900neo milik Garuda Indonesia di Hanggar 2 GMF AeroAsia, Rabu (27/11/2019) malam./Bisnis-Rio Sandy Pradana

Bisnis.com, JAKARTA — Emiten di sektor penerbangan tidak luput dari gejolak pandemi Covid-19 yang menganggu operasional perseroan, sehingga berujung terhadap kinerja keuangan perseroan.

Dampak dari pandemi dirasakan emiten sektor penerbangan, yang tergambar dalam neraca keuangan. Pada kuartal I/2020, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mengalami penurunan pendapatan 30,14 persen secara tahunan menjadi US$768,12 juta.

Pendapatan maskapai badan usaha milik negara (BUMN) itu turun karena berkurangnya pendapatan dari penerbangan berjadwal yang menjadi sumber utama pendapatan perseroan. Kontribusi pendapatan dari penerbangan berjadwal turun 29,23 persen secara tahunan menjadi US$654,52 juta.

Garuda Indonesia membukukan rugi bersih perseroan mencapai US$120,16 juta atau berbalik dari posisi untung US$20,48 juta pada kuartal I/2019.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan tidak banyak dapat ditempuh oleh emiten sektor penerbangan dalam jangka pendek. Pihaknya menilai strategi yang dapat dilakukan saat ini sebagian besar sudah dilakukan oleh perusahaan aviasi.

Budi menyebut strategi yang sudah dieksekusi yakni pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan kontrak dan sebagian dari karyawan tetap, pemotongan gaji untuk mereka yang masih dipekerjakan termasuk pimpinan puncak dan menengah, serta biaya operasional.

Selain itu, lanjut dia, perusahaan penerbangan juga telah memohon restrukturisasi kredit termasuk penurunan suku bunga dan perpanjangan jatuh tempo ke perbankan.

“Yang masih dapat dilakukan adalah pembatalan atau pengurangan leasing pesawat kepada lessor jika memang dimungkinkan dan debt to equity swap untuk utang-utangnya jika kreditur setuju,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (7/7/2020).

Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2020, langkah-langkah negosiasi terhadap kewajiban telah dilakukan oleh Garuda Indonesia. Salah satunya dengan pembaharuan perjanjian fasilitas pinjaman jangka pendek.

Pada 17 April 2020—30 April 2020, Garuda Indonesia telah meneken perpanjangan atau pembaruan fasilitas dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Perseroan juga menerima pengecualian negative covenants terkait penerimaan pinjaman baru dari bank atau lembaga keuangan lainnya apabila DER melebihi 500 persen untuk 2019, 2020, dan 2021 dari Bank Rakyat Indonesia.

Garuda Indonesia juga telah menyampaikan permohonan penundaan pembayaran bunga dan pokok atas perjanjian sewa pembiayaan enam pesawat Bombardier CRJ-1000 untuk periode Juni 2020—Desember 2020 kepada Export Development Canada

Sampai laporan keuangan kuartal I/2020 dipublikasikan, permohonan penundaan pembayaran pokok dan bunga masih dalam proses negosiasi.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan pemerintah akan melakukan segala upaya untuk menjaga Garuda dari ancaman kebangkrutan. Dia menjelaskan bahwa saat ini 90 persen perseroan pelat merah mengalami penurunan kinerja akibat pandemi Covid-19.

Kendati demikian, Erick menyatakan Garuda Indonesia harus tetap ada untuk menghindari monopoli industri penerbangan di Indonesia. Penutupan maskapai pelat merah itu akan membuat satu maskapai menguasi pangsa pasar.

Sementara itu, Analis PT Ciptadana Sekuritas Asia Fahressi Fahalmesta mengatakan emiten di sektor penerbangan seperti Garuda Indonesia harus mempu bertahan saat kondisi penyebaran pandemi. Maskapai pelat merah itu menurutnya harus mampu mengelola cash flow perusahaan dengan baik.

Dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Manajemen PT Air Asia Indonesia Tbk. mengungkapkan beberapa langkah yang dilakukan sebagai upaya dalam mempertahankan kelangsungan usaha di tengah kondisi pandemi Covid-19.

Pertama, emiten berkode saham CMPP itu melakukan tindakan mitigasi proaktif untuk membatasi dampak penurunan dari Covid-19. Indonesia Air Asia (IAA) telah secara aktif mengelola kapasitas sejak awal Februari 2020.

Kedua, CMPP melakukan cash conservation mode. Strategi itu dengan melakukan kontrol biaya yang ketat secara internal seperti pemberhentian sementara untuk memperkerjakan karyawan baru, tidak ada perpanjangan atas sewa pesawat yang akan kadaluarsa, dan melakukan negosiasi terhadap lessor pesawat untuk pengurangan biaya sewa.

CMPP sampai saat ini belum melaporkan kinerja keuangan baik periode kuartal I/2020 maupun akhir 2019. Namun, perseroan mengakui kelangsungan usaha terdampak oleh pandemi Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper