Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Strategi Mandiri Manajemen Investasi (MMI) Hadapi Dinamika Pasar

Direktur Pemasaran dan Produk PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) Endang Astharanti mengatakan sepanjang paruh pertama tahun ini pihaknya mengutamakan strategi defensif.
Direktur PT Mandiri Manajemen Investasi (Mandiri Investasi) Ferry I. Zen (dari kiri), berbincang dengan Direktur Utama Alvin Pattisahusiwa, dan Direktur S Endang Astharanti di sela-sela Market Outlook 2018, di Jakarta, Kamis (25/1)./JIBI-Nurul Hidayat
Direktur PT Mandiri Manajemen Investasi (Mandiri Investasi) Ferry I. Zen (dari kiri), berbincang dengan Direktur Utama Alvin Pattisahusiwa, dan Direktur S Endang Astharanti di sela-sela Market Outlook 2018, di Jakarta, Kamis (25/1)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Dinamika pasar modal sepanjang semester I/2020 akibat pandemi membuat manajer investasi harus putar otak dalam mengatur strategi untuk bertahan.

Direktur Pemasaran dan Produk PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) Endang Astharanti mengatakan sepanjang paruh pertama tahun ini pihaknya mengutamakan strategi defensif.

Salah satunya, jelas Endang, dari sisi kelas aset mereka lebih memfokuskan diri untuk reksa dana pasar uang dan reksa dana pendapatan tetap dengan durasi pendek. Selain itu, MMI juga melakukan diversifikasi aset seperti dolar AS.

“Perubahan untuk strategi bisnis, kami meningkatkan dana kelolaan pada produk seperti RD Pasar Uang, RD Pendapatan Tetap dan RD dengan denominasi USD, salah satunya produk RD kami yang berinvestasi di global market yaitu Mandiri Global Syariah Equity Dollar,” tuturnya kepada Bisnis baru-baru ini.

Sementara dari sisi pengelolaan dana, Endang mengatakan MMI aktif melakukan rebalancing portofolio lebih ke sektor defensif dan mengutamakan kualitas aset.

Adapun untuk semester II/2020 ini, MMI mulai menambah alokasi asset class saham secara tektikal seiring dengan mulai membaiknya pasar. Endang juga menyebut pihaknya masih mempertahankan target bisnis sampai akhir tahun.

“Tapi kami terus melihat perkembangan, tidak menutup kemungkinan ada penyesuaian target bisnis,” imbuhnya.

Paruh pertama 2020 menjadi periode yang kelabu bagi hampir seluruh industri, termasuk industri investasi kolektif. Industri satu ini turut terpukul, meski mulai bangkit jelang paruh kedua.

Sejak awal tahun, industri investasi kolektif berada di bawah tekanan akibat sejumlah kasus terkait pasar modal yang menyeret sejumlah manajer investasi.

Berdasarkan data Infovesta Utama per 31 Januari 2020, kinerja reksa dana saham tercatat -7,12 persen seiring dengan IHSG yang terkoreksi 5,71 persen dalam periode yang sama. Sementara kinerja jenis reksa dana lainnya positif kecuali reksa dana campuran.

Belum juga berhasil bangkit, memasuki bulan Maret pasar reksa dana kembali digoyang oleh krisis yang dipicu penyebaran pandemi Covid-19. Per 31 Maret 2020, kinerja reksa dana saham anjlok -27,58 persen secara ytd, kompak dengan IHSG yang terkulai -27,95 persen.

Tak hanya dari sisi kinerja, dana kelolaan dan unit penyertaan reksa dana juga terpantau terus menyusut. Pada akhir Maret, nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana turun Rp471,87 triliun, terendah sejak Desember 2017.

Kendati demikian, sejalan dengan IHSG yang telah melewati titik terbawahnya dan pasar obligasi yang kian stabil, industri reksa dana sedikit demi sedikit mulai pulih menjelang akhir paruh pertama 2020.

Menurut data Infovesta Utama per akhir Juni, kinerja industri reksa dana secara bulanan terpantau positif untuk semua reksa dana, termasuk reksa dana saham dan campuran. Meskipun, secara tahunan belum berhasil membalikkan keadaan.

Secara year to date hingga 30 Juni 2020, RD saham mencatat imbal hasil -22,12 persen, kompak dengan kinerja IHSG yakni -22,13 persen dan kinerja RD campuran -11,34 persen. Sementara itu RD pendapatan tetap dan RD pasar uang tercatat positif 2,41 persen dan 2,42 persen.

Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan dinamika kinerja industri reksa dana, khususnya RD saham, pada semester I/2020 cenderung searah dengan naik-turunnya IHSG.

Pasalnya, di tahun ini dia melihat banyak manajer investasi yang memilih untuk menggunakan saham-saham blue chips sebagai aset dasar mereka, sehingga otomatis pergerakan kinerja produknya akan sejalan dengan pasar.

“Kalau kita lihat untuk yang berbasis saham mengalami penurunan cukup dalam, sekarang juga masih di sekitar -22 persen, tapi ini searah sama IHSG, jadi kalau [IHSG] rebound pasti akan ikut,” tuturnya kepada Bisnis.

Sementara itu, untuk reksa dana pendapatan tetap, Wawan menyebut kinerja reksa dana jenis ini mulai stabil dengan kembali ramainya investor asing yang berburu surat utang negara (SUN) setelah awal tahun terjadi panic selling.

Dia optimistis kinerja reksa dana pendapatan tetap bakal terus positif hingga akhir tahun nanti apalagi ada potensi suku bunga kembali turun. Akan tetapi penurunan suku bunga juga bakal berdampak pada perlambatan kinerja reksa dana pasar uang.

“Tadinya [RD pasar uang] sampai akhir tahun masih bisa return di atas 4,5 persen, tapi sekarang kemungkian di sekitar 4 persen saja,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper