Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

​​Suku Bunga Acuan BI Dipangkas, Asing Malah Kabur dari Obligasi RI

Per 19 Juni 2020, kepemilikan asing di surat utang negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) mencapai 30,19 persen, terendah dalam periode 2016-2020.
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo

Bisnis.com,JAKARTA — Porsi kepemilikan asing di surat utang pemerintah menyusut dalam 10 hari, dari semula 30,9 persen menjadi 30,2 persen. Angka itu menjadi yang terendah dalam kurun waktu empat tahun terakhir.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengungkapkan pelaku pasar dan investor dari kalangan asing masih mencermati perkembangan pemulihan perekonomian di Indonesia sehingga dalam kurun waktu 10 hari, terjadi penurunan kepemilikan di surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN).

“Ini artinya pelaku pasar dan investor khususnya asing masih mencermati situasi dan kondisi pemulihan ekonomi yang ada di Indonesia,” jelasnya, Selasa (23/6/2020)

Seperti diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI), yang berlangsung pada 17 Juni 2020—18 Juni 2020, memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis points (bps) menjadi 4,25 persen. Sejak Juli 2019, bank sentral telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 175 bps.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kepemilikan asing di surat berharga negara (SBN) domestik yang dapat diperdagangkan senilai Rp934,91 triliun hingga, Jumat (19/6/2020). Jumlah itu terdiri atas Rp912,00 triliun di surat utang negara (SUN), dan Rp22,91 triliun di surat berharga syariah negara (SBSN).

Secara persentase, total kepemilikan asing di SUN dan SBSN sebesar 30,19 persen hingga, Jumat (19/6/2020). Dari data yang dihimpun Bisnis, posisi itu menjadi yang terendah pada rentang 2016—2020.

Nico menyebut kenaikan jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 hampir 1.000 setiap harinya memberikan lampu kuning terhadap ekspektasi dan harapan akan pemulihan ekonomi. Artinya, harapan pemulihan ekonomi akan berlangsung cepat berpotensi terhambat.

Di sisi lain, dia menyebut pasar obligasi mulai menunjukkan anomali pergerakan. Harga SUN di pasar sekunder untuk tenor 5 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun mengalami kenaikan. 

Akan tetapi, harga SUN tenor 10 tahun di pasar sekunder menurutnya mengalami penurunan. Posisi imbal hasil atau yield bergerak naik dari 7,18 persen menjadi 7,19 persen.

Sebelumnya, Pengamat Pasar Modal Anil Kumar menjelaskan bahwa pasar SUN tanpa volatilitas mata uang rupiah sangat menarik bagi investor domestik dan asing. Imbal hasil SUN Indonesia tenor 10 tahun mencapai 10 kali lipat US Treasury tenor 10 tahun.

Kendati demikian, Anil menyebut asing lebih menahan diri akibat volatilitas mata uang emerging market (EM), khususnya rupiah. Indonesia menurutnya merupakan negara yang memiliki current account deficit (CAD) maka secara umum memang rupiah perlu selalu terdepresiasi.

“Kecuali ada yang mau memberikan dolar AS sebagai alat untuk hedging bagi investor asing secara murah. Kondisi ini yang menahan investor asing untuk masuk ke dalam Indonesia,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper