Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jurus OPEC Manjur, Harga Minyak Kembali Mendidih

Harga minyak sudah mencetak kenaikan selama tujuh kali dalam delapan pekan terakhir. Strategi produsen mengurangi produksi dinilai ampuh. OPEC dan sekutunya yang digawangi oleh Arab Saudi dan Rusia akan memantau kepatuhan para anggota dalam mengurangi produksi sesuai kesepakatan.
Tanker pengangkut minyak./Bloomberg
Tanker pengangkut minyak./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Pelan tapi pasti, harga minyak kembali mendidih. Harga minyak sudah mencapai level tertinggi sejak 6 Maret 2020.  

Tentu, kenaikan harga minyak menjadi kemenangan bagi negara-negara produsen di tengah kekhawatiran penurunan permintaan akibat pandemi Covid-19. Strategi untuk mengurangi produksi terbukti menuai hasil seperti yang diharapkan.

Dilansir dari Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 2,34 persen pada penutupan perdagangan Jumat (19/6/2020). Dalam sepekan, harga minyak sudah naik 9,6 persen, kenaikan ketujuh dalam delapan minggu terakhir.

Harga minyak WTI untuk kontrak Juli 2020 memang naik 2,34 persen ke posisi US$39,75 per barel di Bursa New York. Sementara itu, minyak jenis Brent naik 1,64 persen ke level US$42,129 per barel di Bursa ICE London.

Para juragan minyak, mulai dari Vitol Group, Trafigura Group, dan Saudi Aramco yakin pemulihan permintaan sudah terjadi dalam beberapa hari terakhir. Harga untuk beberapa produk minyak juga mulai mendidih setelah Organisasi Negara Pengekspor Minyak alias OPEC menjamin pemangkasan produksi terus berlanjut.

Thomas Finlon dari GF International mengatakan ada tiga faktor yang membuat harga minyak naik pada pekan ini. 

Pertama persediaan produk olahan minyak AS. Kedua, kepatuhan produsen pada kesepakatan pemangkasan produksi. Ketiga, penurunan persediaan minyak mentah di Cushing, Oklahoma. 

"Semuanya berkontribusi pada kenaikan harga minyak,"ujarnya seperti dilansir dari Bloomberg, Sabtu (20/6/2020). 

Untuk diketahui, persediaan minyak di Oklahoma sudah dikontrak setiap minggu sejak awal Mei 2020. Oklahoma adalah lokasi penyimpanan minyak terbesar di AS dan menjadi acuan harga minyak WTI. 

Harga minyak WTI sudah mencapai level US$40 per barel untuk sebagian sesi pada perdagangan kemarin. Harga minyak WTI ditutup lebih rendah karena kasus infeksi baru Covid-19 ditemukan di Florida dan Arizona. 

Kasus infeksi baru memang menjadi momok bagi pelaku pasar. Potensi gelombang kedua di China yang telah memaksa otoritas setempat membatalkan lebih dari 1.200 penerbangan menjadi sentimen negatif bagi pemulihan harga minyak. 

Namun, pekan ini memang menjadi milik juragan minyak. Harga minyak WTI tetap naik setelah terseok-seok pada pekan lalu. Data dati The U.S Energy Information Administration melansir, produksi minyak AS turun selama sepekan berturut-turut menjadi hanya di atas 10 juta barel per hari. 

Kesepakatan OPEC dan sekutunya termasuk Rusia untuk membatasi produksi juga telah membantu pemulihan harga. Bahkan, anggota yang tidak patuh seperti Irak menyatakan bakal menerapkan pemotongan produksi bulan ini.

OPEC dan sekutunya kini berada di jalur yang benar untuk kembali menyeimbangkan pasar minyak global. "Tetapi jalan masih panjang,"ujar Pangeran Abdulaziz bin Salman pada Kamis (18/6/2020) saat pertemuan Komite Pemantau Bersama Gabungan OPEC. Dia memastikan, dalam dua pekan ke depan, semua anggota OPEC akan patuh untuk mengurangi produksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rivki Maulana
Editor : Rivki Maulana
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper