Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peningkatan Kapasitas Kursi Hingga 70 Persen Kurangi Beban Emiten Maskapai

Head of Research Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan, kenaikan batas maksimal penumpang pesawat sebesar 70 persen akan cukup membantu emiten-emiten terkait dunia aviasi seperti PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk., dan PT AirAsia Indonesia Tbk.
Teknisi beraktivitas di dekat pesawat Boeing 737 Max 8 milik Garuda Indonesia, di Garuda Maintenance Facility AeroAsia, bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (13/3/2019)./Reuters-Willy Kurniawan
Teknisi beraktivitas di dekat pesawat Boeing 737 Max 8 milik Garuda Indonesia, di Garuda Maintenance Facility AeroAsia, bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (13/3/2019)./Reuters-Willy Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Pelonggaran kapasitas maksimum penumpang pesawat menjadi 70 persen dari sebelumnya 50 persen dinilai dapat membantu meringankan beban keuangan perusahaan-perusahaan pada tahun ini. Meski demikian, pemulihan kinerja secara penuh diperkirakan tidak akan terjadi pada tahun 2020.

Head of Research Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan, kenaikan batas maksimal penumpang pesawat sebesar 70 persen akan cukup membantu emiten-emiten terkait dunia aviasi seperti PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk., dan PT AirAsia Indonesia Tbk. Hal ini dinilai akan membantu arus kas perusahaan yang tertekan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Dari skala ekonomis, perusahaan penerbangan akan kesulitan menutupi biaya penerbangan, dan bahkan bisa negatif,” katanya saat dihubungi pada Selasa (9/6/2020).

Alfred menjelaskan, kenaikan batas maksimum ini akan berdampak positif bagi kinerja perusahaan penerbangan. Kemungkinan perusahaan mencapai titik impas (break even) keuangan atau bahkan melebihinya pun sedikit terbuka.

Meski demikian, ia mengatakan jalan perusahaan penerbangan menuju pemulihan kinerja keuangan masih jauh. Menurutnya, masalah utama yang menghambat perbaikan kinerja adalah animo masyarakat yang belum pulih untuk melakukan perjalanan udara karena masih dibayangi oleh pandemi virus corona.

Hal ini, lanjutnya, dapat menjadi batu sandugan bagi maskapai penerbangan. Ia mencontohkan, Garuda Indonesia akan mengandalkan pemasukan dari penerbangan berjadwal karena ibadah haji yang biasanya berkontribusi terhadap penerimaan operasional dibatalkan.

Menurutnya, rencana peraturan ini akan lebih berdampak kepada harga saham perusahaan penerbangan. Ia memperkirakan katalis positif ini akan meningkatkan harga saham maskapai penerbangan.

“Pada kuartal II/2020 atau kuartal III/2020 belum akan ada pemulihan kinerja yang berarti. Ekspektasi saya pada tahun 2021 baru akan mulai membaik. Tetapi sentimen pada kuartal-kuartal tersebut akan dibawa oleh investor dan akan membuat harga saham naik,” jelasnya.

Hal serupa juga diungkapkan Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas. Menurutnya, kinerja keuangan perusahaan di sektor penerbangan kemungkinan akan sedikit membaik dengan adanya revisi peraturan.

“Secara proyeksi tahunan, kinerja keuangannya akan tetap turun, tetapi kontraksinya tidak sedalam dengan pembatasan penumpang 50 persen,” katanya.

Sementara itu, kebijakan ini dapat berdampak positif pada harga saham perusahaan-perusahaan penerbangan. Tetapi, ia memperkirakan harga tersebut akan mengalami koreksi terlebih dahulu karena harga saham emiten penerbangan saat ini sudah naik lebih besar dibandingkan harga terendahnya.

Secara terpisah, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengaku pihaknya mengapresiasi revisi peraturan tersebut. Manajemen Garuda Indonesia juga mendukung penuh langkah yang diambil pemerintah ini dalam upaya pemulihan ekonomi nasional.

Irfan mengatakan, hal ini dapat berdampak positif bagi kinerja keuangan perusahaan yang selama masa PSBB cukup tertekan. Garuda Indonesia pun juga telah memonitor kemungkinan ini dan telah memiliki sejumlah kebijakan untuk mendukung pemberlakuan aturan tersebut.

“Kami sudah menyiapkan langkah-langkah yang perlu diambil dari pemberlakuan aturan baru ini. Saat ini, menurut kami isu utama yang penting adalah meningkatkan sentimen masyarakat untuk terbang. Kebijakan terkait hal ini juga telah kami rancang,” imbuhnya.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan melonggarkan kapasitas maksimum penumpang pesawat yang dapat diangkut atau load factor menjadi 70 persen dari kapasitas total setelah sebelumnya hanya sebesar 50 persen saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan mengacu pada referensi International Civil Aviation Organization (ICAO) dan International Air Transport Association (IATA), tingkat okupansi dapat disesuaikan jika protokol kesehatan tetap bisa dipenuhi.

“Jika protokol kesehatan dipenuhi misalnya penumpang memakai masker, kabin dibersihkan dan tidak ada interaksi antara penumpang dengan awak kabin. Maka 70 persen ini sudah sangat longgar dan di atas ketentuan internasional. Secara bertahap implementasi persyaratan ini dipenuhi maka ke depan juga bisa ditingkatkan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper