Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fokus Investor Pekan Ini Akan Tertuju ke Pertemuan The Fed

Ke depannya, analis pun memperkirakan tidak akan terlalu banyak yang menghalangi reli di emerging market. Apalagi dalam waktu dekat, Bank Sentral AS (Federal Reserve) diperkirakan bakal menahan suku bunga Fed Funds Rate di sekitar level nol.
Gedung bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat, Selasa (13/8/2019). Bloomberg/Andrew Harrer
Gedung bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat, Selasa (13/8/2019). Bloomberg/Andrew Harrer

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah momentum positif menghampiri aset-aset berisiko di negara berkembang beberapa hari belakangan ini. Salah satunya, prospek aktivitas ekonomi dan sosial yang dibuka kembali dalam kenormalan baru.

Ke depannya, analis pun memperkirakan tidak akan terlalu banyak yang menghalangi reli di emerging market. Apalagi dalam waktu dekat, Bank Sentral AS (Federal Reserve) diperkirakan bakal menahan suku bunga Fed Funds Rate di sekitar level nol.

Dilansir dari Bloomberg, sejumlah katalis positif mulai dari laporan ketenagakerjaan di AS pada Mei yang lebih baik daripada perkiraan hingga kesepakatan OPEC+ untuk memperpanjang pemangkasan output telah menggairahkan nilai aset di emerging market

JPMorgan Chase & Co. juga sempat menunjukkan volatilitas mata uang negara berkembang telah turun dalam penurunan terbesar sejak 2011, saham-saham terapresiasi dalam pekan terbaiknya sejak 2011, dan indeks obligasi domestik mencapai level tertinggi sejak awal Maret 2020.

Iyad Abu Hweii, Managing Partner di Allied Investment Partners PJSC Dubai, menjelaskan bahwa ketidakpastian dampak Covid-19 terhadap pendapatan korporasi memang masih signifikan.

Akan tetapi, dibuka kembalinya aktivitas ekonomi telah menjadi penyemangat bagi investor dan tampaknya pasar saham negara berkembang akan melanjutkan rebound pada paruh kedua tahun ini.

“Dengan ketidakpastian yang masih ada, ini mungkin menjadi kesempatan bagi investor melakukan rebalancing portofolio untuk mempertahankan racikan yang sesuai dengan realita baru,” kata Hweii seperti dikutip Bloomberg, Senin (8/6/2020).

Lebih lanjut, fokus investor juga akan mengarah ke rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) oleh The Fed pada 9—10 Juni 2020. Investor akan mencermati sinyal yang diberikan Gubernur Fed Jerome Powell mengenai stimulus ekonomi dan suku bunga yang akan ditahan pada level 0 persen—0,25 persen.

Bloomberg mencatat sejumlah indikator teknikal menunjukkan prospek aset negara berkembang akan menjanjikan di tengah pelemahan dolar AS. Adapun pengukuran MSCI Inc. tentang mata uang negara berkembang telah tembus ke atas rata-rata moving average (MA) 100-week pada Jumat (5/6/2020) yang mengindikasikan tren bearish.

Namun demikian, pemulihan ini dinilai masih rentan. Sebelum FOMC dari The Fed, China kemungkinan bakal menunjukkan data deflasi produksi dan inflasi konsumer yang memburuk pada Mei.

“Data yang dirilis pada akhir pekan ini akan memberikan sinyal bahwa ekspor [China] tampaknya masih tertekan karena adanya risiko eskalasi hubungan dagang dengan AS,” tulis Bloomberg.

Dalam eskalasi hubungan AS—China kali ini, bukan tidak mungkin Negeri Paman Sam bakal melabeli China sebagai manipulator mata uang lagi.

 

 

 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Nicken Tari
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper