Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pacu Kinerja di Tengah Pelemahan Harga, Adaro (ADRO) Andalkan Pasar Asean

Asia Tenggara tetap menjadi tujuan penjualan utama Adaro Energy, yaitu meliputi 47 persen dari volume penjualan kuartal pertama tahun ini, di mana Indonesia dan Malaysia merupakan dua pasar terbesar.
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (Adaro) Garibaldi Thohir (kanan) didampingi Komisaris Independen Adaro Mohammad Effendi saat melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Adaro Energy Tbk (IDX: ADRO) Rabu (20/5/2020) di kantornya di Jakarta. Istimewa
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (Adaro) Garibaldi Thohir (kanan) didampingi Komisaris Independen Adaro Mohammad Effendi saat melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Adaro Energy Tbk (IDX: ADRO) Rabu (20/5/2020) di kantornya di Jakarta. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten batu bara kembali mendapatkan tambahan tantangan bisnis pada tahun ini seiring dengan serapan batu bara domestik yang diprediksi lebih lemah daripada perkiraan pasar dan menurunnya harga.

Terkini pada bulan Juni 2020, Kementerian ESDM menetapkan harga batu bara acuan (HBA) ke level terendah sejak 2016 yakni berada di angka US$52,98 per ton. Padahal, sepanjang tahun 2019 HBA berada di angka US$77,89 per ton.

Sejak Januari 2020, HBA mengalami fluktuasi. HBA Januari mencatatkan angka di US$65,93 per ton, turun dari US$66,30 per ton di Desember 2019. Kemudian naik di Februari US$66,89 per ton dan Maret sebesar US$67,08 per ton.

Lalu HBA kembali mengalami penurunan di April yang mencapai US$65,77 per ton dan sebesar US$61,11 per ton pada bulan Mei.

Kementerian ESDM pun memproyeksikan harga batubara Indonesia pada akhir tahun 2020 berada di rentang US$59 per ton hingga US$61 per ton.

Head of Corporate Communication Division PT Adaro Energy Tbk. Febriati Nadira mengatakan bahwa di tengah tekanan permintaan dalam negeri, perseroan akan tetap melakukan kegiatan operasi sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan dan mempertahankan kinerja yang solid melalui model bisnis terintegrasi.

Padahal, Asia Tenggara tetap menjadi tujuan penjualan utama perseroan, yaitu meliputi 47 persen dari volume penjualan kuartal pertama tahun ini, di mana Indonesia dan Malaysia merupakan dua pasar terbesar emiten berkode saham ADRO ini.

“Strategi bisnis kami untuk bisnis batubara yaitu mempertahankan strategi penambangan yang optimal dan operasi efisien dengan tetap melindungi kesehatan dan keselamatan para karyawan,” ujar Febriati kepada Bisnis, Senin (8/6/2020).

Perseroan pun juga masih mempertahankan panduan kerja yang ditetapkan pada tahun ini, seperti target produksi di kisaran 54 juta-58 juta ton, EBITDA operasional di kisaran US$900 juta hingga US$1,2 miliar, dan belanja modal di kisaran US$300 juta hingga US$400 juta.

Sementara itu, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia merevisi target harga batu bara untuk tahun ini menjadi US$65 per ton atau turun 7,1 persen dari target sebelumnya.

Analis Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan mengatakan revisi target itu sejalan dengan kondisi pasar di China yang akan melakukan penyeimbangan dengan menurunkan target produksi.

“Kami memangkas karena China mengurangi produksi batu bara masing-masing menjadi 3,32 miliar ton dan 3,49 miliar ton pada tahun ini dan tahun depan. Sebelumnya, kami meramalkan bahwa produksi dapat mencapai 3,47 miliar ton dan 3,78 miliar,” sebutnya pada Senin (8/6).

Meski demikian, Andy memperkirakan untuk jangka menengah dan panjang permintaan batu bara dari negara Tirai Bambu itu masih terus ada. Selain itu, dia juga percaya China akan tetap menjaga harga batu bara pada level yang wajar.

Pasalnya, perusahaan batu bara disana masih dalam posisi berutang sedangkan perusahaan serupa di Asia telah dalam neraca kas yang sehat.

“Kami melihat banyak tekanan pada harga global karena melemahnya permintaan setelah China dilanda pandemi. Kami tetap berharap permintaan batu bara akan bertahan dalam jangka menengah karena ada daya panas yang baru diinvestasikan kapasitas pabrik di China,” sebutnya.

Sementara itu, dari dalam negeri pun pemerintah telah memangkas harga batu bara acuan Juni menjadi US$52,98 per ton. Nilai itu turun US$8,13 bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya US$61,11 per ton.

Meski demikian, Andy menilai masih ada katalis positif bagi sektor pertambangan berupa revisi UU tentang Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Dalam revisi itu, perusahaan tambang diperkenankan memperpanjang izin dengan birokrasi yang minim.

Selain itu, Domestic Market Obligation (DMO) masih di kisaran 155 juta ton naik 12,3 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Meskipun, Andy meyakini DMO akan berubah dari batas harga USD70 per ton ke bobot Referensi Harga Batubara Indonesia (HBA).

“ketika indeks batubara Indonesia menyentuh bawah US$70 ton, harga jual batubara untuk DMO akan didasarkan pada bobot,” sebutnya.

Oleh sebab itu, Andy merekomendasikan PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) dan PT Indo Tambaraya Megah Tbk. (ITMG) dengan masing-masing target Rp1.260 dan Rp10.150.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper