Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fitch Turunkan Peringkat Waskita Karya (WSKT)

Peringkat Waskita Karya diturunkan karena kinerja perseroan diperkirakan melambat seiring dengan potensi penundaan proyek baru dan penundaan pembayaran dari pelanggan.
Foto aerial proyek pembangunan light rail transit (LRT) di Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (26/10). LRT Palembang adalah salah satu proyek yang dikerjakan oleh Waskita Karya./JIBI-Abdullah Azzam
Foto aerial proyek pembangunan light rail transit (LRT) di Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (26/10). LRT Palembang adalah salah satu proyek yang dikerjakan oleh Waskita Karya./JIBI-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga pemeringkat Fitch Rating menurunkan peringkat PT Waskita Karya (Persero) Tbk. dan surat utangnya lantaran proyeksi profil keuangan yang diekspektasikan melemah pada 2020.

Lembaga pemeringkat internasional itu menurunkan peringkat Waskita Karya dari A(idn) menjadi BBB+ dengan outlook negatif. Fitch juga menurunkan peringkat program surat utang senior perseroan dari A-(idn) menjadi BBB(idn).

“Penurunan peringkat merefleksikan melemahkan profil keuangan perseroan, mengingat leverage tinggi dan interest coverage yang lemah, akibat rendahnya pencapaian kontrak baru dan siklus modal kerja yang lebih panjang,” terang Fitch melalui keterangan resminya, Jumat (29/5/2020).

Tingkat leverage perseroan diperkirakan tidak akan mampu menurunkan tingkat utang saat ini. Rasio utang bersih terhadap earning before interest, tax, depreciation, and amortization (EBITDA) akan tetap berada di atas 13x. Sementara itu, rasio EBITDA terhadap interest expense paid akan tetap berada di bawah 1x.

Sementara itu, outlook negatif merefleksikan ekspektasi Fitch rating terkait tekanan likuiditas Waskita Karya yang akan berlanjut. Hal ini diperkirakan terjadi seiring dampak ekonomi dari kebijakan yang diambil dalam penanganan Covid-19.

Selain itu, pelemahan ekonomi yang berkepanjangan dikhawatirkan akan berdampak terhadap penundaan tender dan keterlambatan pembayaran dari pelanggan karena gangguan dalam proses konstruksinya.

“Terutama karena sebagian besar proyek Waskita Karya berbasis turnkey, di mana pembayaran hanya diterima sepenuhnya ketika proyek selesai,” tulis Fitch Rating.

Fitc memperkirakan perolehan kontrak baru emiten berkode saham WSKT itu akan turun sekitar 5 persen dari tahun lalu, menjadi sekitar Rp25 triliun pada tahun ini. Sampai dengan kuartal I/2020, perseroan membukukan kontrak baru sekitar Rp3,1 triliun.

“Kami memperkirakan perolehan kontrak baru akan turun 5 persen menjadi Rp25 triliun pada 2020, dengan asumsi perseroan memenangkan proyek-proyek besar, seperti Jalan Tol Balikpapan-Penajam dan Kereta Api Malolos-Clark, yang secara kumulatif bernilai Rp17 triliun.”

Fitch juga memproyeksikan dampak pembatasan sosial terhadap pengerjaan proyek akan mulai berkurang pada 2021. Hal ini juga akan membuat tender proyek-proyek besar akan mulai kembali normal.

Diperkirakan, dampak tersebut akan menjadi pendorong tambahan perolehan kontrak pada periode 2021—2023 sebesar Rp30 triliun hingga Rp40 triliun.

Meski begitu, apabila pandemi berkepanjangan dan kembali memengaruhi budgeting pemerintah pada tahun depan, proyeksi kontrak bisa jadi lebih minimal. Pertimbangan ini menjadi salah satu dasar outlook perseroan adalah negatif.

Di sisi lain estimasi Fitch menunjukkan bahwa posisi arus kas dari operasi akan terus positif pada tahun ini, meskipun ada pandemi melanda. Pembayaran proyek turnkey sebesar Rp12,6 triliun dari beberapa proyek besar akan menjadi salah satu pendorongnya.

Hingga April, perseroan telah mendapatkan pembayaran turnkey sebesar Rp7,1 triliun. Dana ini lebih banyak digunakan digunakan untuk mengurangi utang, meskipun bersifat sementara.

Sementara itu, Arus kas bebas (free cash flow/FCF) diperkirakan akan terus menjadi negatif karena investasi tinggi untuk menyelesaikan proyek jalan tol yang sedang berlangsung dan leverage akan tetap tinggi.

Waskita Karya diperkirakan akan kembali menerima turnkey yang tersisa di semester II/2020 dari proyek-proyek besar, seperti LRT Palembang dan Jalan Tol Cinere Serpong.

“Namun, kami mengasumsikan modal kerja akan negatif ketika pendapatan WSKT kembali ke pertumbuhan pada 2021 ketika pandemi mereda.”

Peringkat final BBB+Idn untuk Waskita Karya sebagai obligor juga menggabungkan peringkat bb(id) stand alone credit profile (SCP) perseroan. Peringkat ini terbantu oleh posisi perseroan yang berhubungan kuat dengan pemerintah Indonesia (BBB/stable) sebagai pemegang saham mayoritas.

Relasi Waskita Karya dengan pemerintah cukup lekat karena perseroan menjadi salah satu kontraktor maupun investor jalan tol terbesar di Indonesia.

Lebih dari 70 persen kontrak baru senilai Rp166 triliun yang diperoleh perseroan sepanjang 2015—2018 terdiri dari proyek strategis nasional (PSN), dengan lebih dari 80 persennya merupakan merupakan jalan tol.

WSKT juga telah berinvestasi di lebih dari 1.000 km konsesi jalan tol hingga saat ini. Dari konsesi proyek yang dimiliki, 11 proyek sudah beroperasi, sementara tujuh lainnya masih dalam proses konstruksi.

Pemerintah Indonesia juga memiliki 66 persen saham WSKT terutama melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dan memiliki pengaruh kuat terhadap keputusan investasi, strategi dan operasi.

Sementara itu, peringkat untuk program surat utang dan obligasi yang diterbitkan di bawah program Waskita Karya akan terus di peringkat satu tingkat di bawah Peringkat Nasional Jangka Panjang karena persoalan peringkat utang perseroan.

Fitch memperkirakan rasio utang  terhadap EBITDA perseroan akan berada jauh di atas 2,5x. Dengan demikian, rasio utang/EBITDA perseroan akan melampaui ambang batas aman menurut Fitch.

Adapun, berdasarkan keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), perseroan menyatakan dampak pandemi Covid-19 sejauh ini telah berdampak terhadap pengerjaan sejumlah proyek.

“Terdapat beberapa proyek Perseroan yang terhambat pengerjaannya, terutama proyek-proyek yang berada di zona merah pandemi Covid-19,” tulis manajemen perseroan melalui keterangan resmi, Jumat (29/5/2020).

Perseroan memperkirakan dengan terhambatnya proses pengerjaan proyek-proyek itu selama 1 bulan—3 bulan akan berpotensi membuat perseroan kehilangan pendapatan sebesar 25 persen hingga akhir tahun ini.

Adapun, penurunan hingga kuartal I/2020 diperkirakan mencapai 25 persen—50 persen. Hal ini diproyeksikan akan turut menggerus laba bersih perseroan sekitar 75 sepanjang Januari hingga Maret atau April tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper