Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tetap Cuan di Sektor Konsumer

Meski saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) turun pada pekan lalu, tapi secara keseluruhan indeks sektor konsumer masih cukup defensif di tengah perlambatan ekonomi.
Pengunjung berada di dekat layar monitor perdagangan Indeks Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (27/5/2020)./Bisnis-Abdurachman
Pengunjung berada di dekat layar monitor perdagangan Indeks Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (27/5/2020)./Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Pada perdagangan pekan lalu, bursa dikejutkan dengan aksi penurunan saham emiten konsumer PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) dan entitas anak usahanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP).

Usai mengumumkan penandatanganan perjanjian dengan grup Pinehill untuk mengembangkan pasar penjualan mi instan di Afrika dan Timur Tengah pada Jumat (22/5/2020), harga saham produsen Indomie tersebut langsung jeblok dengan pemberlakuan Auto Reject Bawah (ARB) pada awal perdagangan Selasa (26/5) dan Rabu (27/5/) usai libur Hari Raya Lebaran.

Pemberlakukan ARB kepada dua emiten anggota konstituen indeks Bisnis-27 tersebut dikonfirmasi selama 2 hari berturut-turut oleh Direktur Perdagangan dan Penilaian Anggota Bursa Bursa Efek Indonesia (BEI) Laksono Widodo kepada Bisnis pada awal perdagangan.

Kendati demikian, baik INDF maupun ICBP berhasil rebound dari keterpurukannya pada Kamis (28/5). Hingga penutupan pasar Jumat (29/5), harga saham INDF berhasil terkerek naik 1,32 persen atau 75 poin ke level Rp5.750.

Namun, ICBP terpantau masih terkoreksi meski dengan penurunan relatif kecil yakni sebesar 2,1 persen atau 175 poin ke level Rp8.150.

Dalam publikasi risetnya, Head of Research Mirae Asset Sekuritas Hariyanto Wijaya mengumumkan pembaharuan baru dalam daftar saham pilihan (top picks) sekuritas dengan mendepak INDF dan ICBP.

“Meskipun kami menyukai ICBP dan INDF karena ketahanannya selama perlambatan ekonomi seperti saat ini, kami menghapus ICBP dan INDF dari top picks kami sampai ada perincian yang lebih jelas tentang akuisisi Pinehill,” tulisnya, Selasa (26/5).

Di sisi lain, Hariyanto mengganti posisi ICBP dan INDF dengan emiten rokok PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. (HMSP) dan emiten pertambangan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA). 

“Kami menyukai HMSP dan PTBA karena riwayat hasil dividennya yang tinggi,” terangnya.

Secara khusus, Hariyanto menekankan HMSP dijadwalkan membagikan dividen tunai sebesar Rp119,8, dengan imbal hasil dividen sebesar 6,7 persen dan tanggal cum date yakni Jumat (29/5).

Berdasarkan laporan statistik BEI pada Jumat (29/5), produsen rokok Dji Sam Soe tersebut juga terpantau sebagai emiten pengerek indeks paling besar selama Mei 2020. Sepanjang bulan ini, saham HMSP sudah meroket 21,6 persen dan mengerek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 34,7 poin.

Kendati harga sahamnya hanya naik tipis 0,78 persen atau 15 poin ke level Rp1.940, tapi sepanjang tahun berjalan harga saham HMSP hanya terkoreksi sebesar 7,18 persen. Realisasi penurunan tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan emiten pesaingnya, PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), yang sudah merosot 8,62 persen sepanjang tahun berjalan.

Masih Defensif

Masih berdasarkan sumber yang sama, kendati mengalami koreksi pada perdagangan akhir pekan lalu sebesar 0,61 persen atau 11,04 poin ke level 1.806,73, indeks sektor konsumer masih terbilang cukup defensif di tengah realita perlambatan ekonomi.

Indeks konsumer terpantau mengalami koreksi paling kecil dibanding semua sektor, yakni sebesar 11,98 persen.

Di antara 58 emiten penghuni indeks ini, emiten pendatang baru PT Eka Mandiri Cemerlang Tbk. (IKAN) sudah melesat 392,13 persen, diikuti emiten farmasi PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) dengan penguatan sebesar 132,32 persen secara year-to-date (ytd).

Dalam publikasi Market Outlook yang disusun Kresna Sekuritas, analis hanya merekomendasikan untuk menahan saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR).

Kresna Sekuritas meyakini penjualan barang konsumer masih berjalan melalui platform daring pada masa pandemi. Laba bersih perseroan diperkirakan masih dapat bertumbuh 6-7 persen secara Compound Annual Growth Rate (rata-rata pertumbuhan majemuk tahunan/CAGR) dalam 2 tahun ke depan, dibandingkan CAGR 9-10 persen sebelum masa pandemi.

“Meskipun demikian, pada harga saat ini (Rp8.475) valuasi masih mahal dengan rasio PE (Price-to-Earning Ratio) dan PBV (Price-to-Book Value Ratio) masing-masing lebih dari 40x dan 50x. Potensi imbal hasil dividen pada 2021 hanya 1-2 persen,” tulis analis.

Di sisi lain, Kresna Sekuritas merekomendasikan beli saham ICBP mengingat adanya pertumbuhan lebih besar dari segmen lainnya.

Analis mencatat laba bersih perseroan pada 2019 naik 10 persen secara tahunan dengan segmen produk Indomie dan Indomilk yang berkontribusi 99 persen terhadap laba operasional sebelum eliminasi.

“Valuasi pada harga saat ini (Rp9.625) juga tidak terlalu mahal dengan rasio PE dan PBV masing-masing 18,5x dan 3,4x untuk proyeksi tahun 2021,” tulis analis.

Kresna Sekuritas juga menekankan potensi pertumbuhan lebih besar datang dari segmen usaha perseroan lainnya yakni makanan ringan dan minuman, di mana kerugian operasional terlihat sudah mulai mengecil. Selain itu, segmen bumbu dan makanan nutrisi terlihat tumbuh cukup pesat pada tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper