Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Momentum IPO di Hong Kong Terganggu Konflik Politik AS-China

Bursa saham Hong Kong tengah menikmati pekan yang baik hingga Beijing tiba-tiba datang membawa kabar buruk.
Bursa Hong Kong/Reuters
Bursa Hong Kong/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Bursa saham Hong Kong tengah menikmati pekan yang baik saat Beijing tiba-tiba datang membawa kabar buruk.

Dengan adanya rancangan undang-undang Senat AS untuk membatasi listing perusahaan China, Hong Kong Exchanges & Clearing Ltd. sekarang dihadapkan dengan tahun yang lebih sulit dari 2019. Apalagi ketegangan tensi politik antara AS-China membuat perdagangan semakin dingin serta menghentikan laju pertumbuhan pendapatan.

Dilansir melalui Bloomberg, saham bursa Hong Kong pada Jumat (22/5), mengalami kejatuhan terbesar dalam setahun terakhir karena investor memihak pada proposal Beijing untuk memberlakukan undang-undang keamanan di kota semi-otonom tersebut.

Dalam beberapa bulan terakhir, aksi unjuk masih sering terjadi di sudut-sudut kota Hong Kong pada akhir pekan. Rencana aksi unjuk rasa lanjutan juga berisiko bagi visi Direktur Eksekutif Bursa Efek Hong Kong Charles Li yang ingin menjadikan bursa Hong Kong sebagai pintu masuk ke China.

Padahal, beberapa waktu lalu, Li telah melakukan sejumlah perubahan untuk memikat lebih banyak perusahaan raksasa China agar melakukan listing di Hong Kong, tidak perlu jauh-jauh ke New York.

Di sisi lain, RUU Senat AS yang diluncurkan pekan lalu dianggap menambah momentum lebih lanjut untuk dorongan tersebut. Rancangan undang-undang ini juga menimbulkan ketidakpastian atas status kota sebagai pusat keuangan serta mengakibatkan timbulnya keraguan tentang prospek investasi asing dan kekhawatiran pada risiko outflow. 

"Sebelum Jumat, sudah jelas bahwa perusahaan China yang terdaftar di AS dapat kembali dan mengumpulkan dana di Hong Kong. Sekarang terus terang tidak ada yang dapat memastikannya," Castor Pang, kepala penelitian di Core Pacific-Yamaichi International Hong Kong, dikutip melalui Bloomberg, Senin (25/5/2020).

Reformasi selama beberapa tahun terakhir telah memungkinkan bursa Hong Kong untuk menarik raksasa teknologi China, Alibaba Holdings Inc. agar melakukan pencatatan ganda senilai US$13 miliar tahun lalu. Perusahaan besar lainnya seperti JD.com Inc. dan NetEase Inc. berencana untuk mengikutinya jejak Alibaba bulan depan.

Optimisme juga dipicu oleh perubahan pada indeks acuan Hang Seng untuk memasukkan perusahaan raksasa China dan langkah Nasdaq Inc. yang membatasi listing perusahaan China.

Namun, pertanyaan terbesarnya sekarang adalah apakah RUU keamanan China akan berdampak pada pergerakan modal atau potensi AS jadi mengurungkan proposal UU tersebut?

Presiden Donald Trump mengatakan pada Kamis (21/5), bahwa AS akan mengatasi dengan tegas setiap gangguan ketika dua senator mengusulkan RUU yang akan memberikan sanksi kepada penegakan hukum yang diusulkan Beijing. AS juga telah menunda laporan tahunan tentang status khusus Hong Kong.

"Hong Kong untuk saat ini masih dianggap cukup terisolasi dari kekacauan antara AS-China dan memiliki kerangka hukum yang tepat untuk melindungi hak-hak investor," kata Louis Tse, direktur pelaksana VC Brokerage Ltd. yang berbasis di Hong Kong

Kemampuan mempertahankan kepercayaan akan menjadi kunci, karena bursa akan membutuhkan investor institusi besar di Eropa dan AS untuk mengambil bagian dalam IPO perusahaan-perusahaan besar yang kembali ke bursa Hong Kong dari New York. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper