Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejumlah Negara Siap Buka Lockdown, Harga Tembaga Diramal Naik

Sepanjang tahun berjalan 2020, harga tembaga telah bergerak melemah 14,58 persen. Kebijakan membuka lockdown oleh sejumlah negara disebut bakal membuat perekonomian kembali normal sehingga harga tembaga ikut terkerek.
Tembaga./Bloomberg
Tembaga./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Reli harga tembaga diprediksi berlanjut seiring dengan pelonggaran kebijakan lockdown di beberapa negara yang dapat membatasi pelemahan pertumbuhan ekonomi global akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Berdasarkan data Bloomberg, harga tembaga telah menguat dalam empat perdagangan terakhir dan parkir di level US$5.274 per ton, terapresiasi hingga 1,46 persen pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu Jumat (7/5/2020). Level itu pun menjadi level tertinggi tembaga dalam sembilan pekan terakhir.

Untuk diketahui, pada medio Maret 2020 harga tembaga sempat runtuh di bawah US$5.000 per ton untuk pertama kalinya sejak 2016. Penurunan itu disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi dunia diprediksi melambat sehingga harga logam yang kerap dijadikan patokan pertumbuhan ekonomi itu pun ikut terkoreksi.

Sepanjang tahun berjalan 2020 harga tembaga telah bergerak melemah 14,58 persen. Kinerja itu menjadi kinerja year to date terburuk kedua di antara logam dasar lainnya, tepat di atas aluminium yang melemah 17,96 persen dan di bawah nikel yang terkoreksi 12,09 persen.

Trader Shanghai Minghong Investment Management Co Jia Zheng mengatakan bahwa harga tembaga saat ini diuntungkan beberapa katalis positif yang mampu mendorong harga mengalami reli cukup baik dalam jangka pendek.

Saat ini banyak negara, termasuk AS, tengah berupaya untuk membuka kembali bisnis dan melanjutkan kegiatan sosial lebih normal karena perkembangan penyebaran Covid-19 yang cenderung mereda sejak Maret.

Persediaan tembaga global pun telah menyusut sekitar 25 persen dalam dua bulan terakhir karena aktivitas manufaktur China berangsur pulih dan menyerap persediaan yang membludak akibat sepinya permintaan.

Selain itu, People's Bank of China mengatakan bahwa Negeri Panda itu menghadapi tantangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya dari pandemi Covid-19 dan akan menggunakan kebijakan lebih kuat untuk melawan melawan pelemahan ekonominya.

“Jatuhnya persediaan tembaga, gangguan tambang di luar negeri, dan pemulihan yang cenderung cepat untuk aktivitas manufaktur China telah  mendukung harga dalam jangka pendek,” ujar Jia seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (11/5/2020).

Kendati demikian, Morgan Stanley dalam risetnya mengatakan bahwa permintaan di luar China yang masih lemah dan pemulihan pasokan akan membatasi sisi positif yang mendukung harga. 

Sementara itu, Fitch Solutions mengatakan bahwa sebagian besar pasar logam akan mengalami surplus pasokan pada tahun ini karena permintaan yang terkontraksi akibat dari resesi global yang diyakini terjadi pada tahun ini akan jauh lebih besar efeknya daripada gangguan produksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper