Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Getol Jual Produk Kebersihan, Saham Unilever (UNVR) Layak Dikoleksi?

Dikutip dari laporan keuangan interim per 31 Maret 2020, penjualan Unilever selama triwulan pertama tahun ini bertumbuh 4,58 persen, dari posisi Rp10,66 triliun menjadi Rp11,15 triliun.
Unilever/www.unilever.co.id
Unilever/www.unilever.co.id

Bisnis.com, JAKARTA – Emiten barang konsumsi PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) mencatatkan kinerja yang cemerlang sehingga mencuatkan estimasti positif dari para analis.

Dikutip dari laporan keuangan interim per 31 Maret 2020, penjualan perseroan selama triwulan pertama tahun ini bertumbuh 4,58 persen, dari posisi Rp10,66 triliun menjadi Rp11,15 triliun.

Kemampuan perseroan untuk menekan sedikit harga pokok penjualan menjadi Rp5,3 triliun, turun 0,99 persen secara yoy dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, membuat laba tahun berjalan perseroan menanjak 6,53 persen secara tahunan menjadi Rp1,86 triliun pada kuartal pertama tahun ini.

Secara geografis, penjualan dalam negeri masih menopang bisnis Unilever sebesar 95,32 persen, diikuti oleh penjualan ekspor sekitar 4,68 persen dari total omzet.

Berdasarkan segmen, penjualan dari lini produk kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh mendominasi 70,34 persen dari total pendapatan perseroan. Bersamaan dengan itu, pendapatan dari produk makanan dan minuman berkontribusi 29,66 persen dari total penjualan selama tiga bulan pertama tahun 2020.

Ciptadana Sekuritas Asia optimis Unilever masih bisa bertumbuh karena menurut survei terbaru Nielsen permintaan pada kebutuhan rumah tangga, perawatan tubuh, dan produk makanan meningkat masing-masing sebesar 33 persen, 28 persen, dan 44 persen pada Maret 2020 jika dibandingkan dengan periode Janauri dan Februari.

Berkaca dari survey tersebut, analis Muhammad Fariz menyatakan segmen kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh masih dapat diandalkan mengingat selama pandemi masyarakat lebih banyak mencuci tangan dan lebih memerhatikan kebersihan tubuh.

Di lain pihak, segmen makanan diprediksi akan mencatat pertumbuhan yang lebih kuat dikarenakan banyak orang berdiam diri di dalam rumah karena pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.

“Kami kembali memberikan rekomendasi buy untuk saham UNVR dengan target harga lebih tinggi Rp10.390 [sebelumnya Rp9.940] berdasarkan PER [price-to-earnings ratio] 49,3 kali ditambah dengan perkiraan pendapatan yang lebih tinggi,” tulisnya dalam riset, Kamis (30/4/2020).

Menurut asumsi sekuritas, tarif pajak akan sesuaikan dari sebelumnya sebesar 25 persen menjadi 22 persen yang menyebabkan laba per saham atau earning per share meningkat 4,4 persen dengan total laba tahun berjalan untuk tahun 2020 dan 2021 masing-masing Rp8,03 triliun dan Rp8,41 triliun.

Sekuritas juga meyakini volume penjualan perseroan akan bertumbuh karena berkaca dari survey konsumen oleh SurveySensum, masyarakat cenderung membeli produk dengan kuantitas yang lebih besar ditambah dengan perubahan pola belanja masyarakat yang mulai melakukan pembelian melalui transaksi daring.

Berbeda dengan Ciptadana Sekuritas Asia, Mirae Asset Sekuritas merevisi rating rekomendasi dari buy menjadi trading buy dengan menurunkan target harga dari semula Rp9.600 menjadi Rp9.300.

Analis Mimi Halimin menurunkan target harga Unilever dengan perhitungan PER 45.6 kali estimasi earning per share tahun 2020. Dia juga memperkirakan pada tahun 2020 dan laba tahun berjalan perseroan hanya akan tumbuh tipis dari posisi Rp7,39 triliun pada tahun lalu menjadi Rp7,79 triliun pada tahun ini.

“Catatan kami pada bulan April saja, harga saham UNVR melonjak 15,7 persen. Sehingga, meskipun kami memangkas perkiraan laba bersih untuk UNVR, kami tetap optimis terhadap kinerja UNVR,” tulis Mimi dalam risetnya Senin (4/5/2020).

Mimi optimistis Unilever adalah perusahaan konsumer yang sudah cukup tangguh, dan permintaan terhadap produknya diproyeksi tetap stabil meski diterpa kondisi ekonomi yang tak menentu.

Di sisi lain, sekuritas khawatir pengeluaran untuk iklan dan promosi yang terus membumbung tidak cukup efisien meningkatkan pendapatan dalam kondisi pelemahan ekonomi seperti saat ini.

“Risiko dari rekomendasi kami adalah daya beli yang lebih rendah dari perkiraan, wabah Covid-19 yang berkepanjangan dan volatilitas rupiah yang lebih tinggi dari perkiraan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper