Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Andalkan Pinjaman Bank, Adi Sarana Armada (ASSA) Tunda Right Issue

Emiten berkode saham ASSA itu juga baru saja menandatangani perjanjian fasilitas pinjaman senilai Rp1 triliun dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Adi Sarana Armada. /Adi Sarana Armada
Adi Sarana Armada. /Adi Sarana Armada

Bisnis.com, JAKARTA – PT Adi Sarana Armada Tbk. bakal mengandalkan pinjaman bank serta menghindari opsi penerbitan surat utang maupun rights issue untuk membiayai kebutuhan investasi pada tahun ini.

Emiten berkode saham ASSA itu juga baru saja menandatangani perjanjian fasilitas pinjaman senilai Rp1 triliun dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Dana itu, akan digunakan untuk pembelian unit kendaraan baru.

Direktur Utama Adi Sarana Armada Prodjo Sunarjanto menyampaikan bahwa untuk tahun ini, perseroan akan menarik sedikitnya Rp600 miliar—Rp700 miliar dari fasilitas pinjaman tersebut.

“Rencana penggunaan [fasilitas kredit] 18 bulan, tahun ini kami akan pakai sekitar Rp600 miliar—Rp700 miliar. Dananya akan digunakan untuk pembelian unit armada baru kendaraan yang disewakan,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (4/5/2020).

Dia menjelaskan pembelian kendaraan baru ini merupakan bagian dari peremajaan kendaraan secara rutin. Selain itu, hal pembelian kendaraan juga dilakukan untuk menambah jumlah armada sesuai permintaan yang meningkat.

Perjanjian fasilitas pinjaman ini akan menjadi sumber pendaaan untuk membiayai kegiatan investasi perseroan. Menurutnya, total belanja modal pada tahun ini akan mencapai sekitar Rp900 miliar. Hingga kuartal I/2020, realisasi belanja modal diklaim sudah mencapai kisaran Rp350 miliar.

Prodjo menjelaskan pada tahun ini aktivitas pendanaan memang akan berfokus pada fasilitas perbankan. Menurutnya, pinjaman bank merupakan salah satu opsi terbaik di tengah situasi saat ini.

Selain itu, dia berpendapat bahwa pinjaman bank juga dinilai paling sesuai dengan karakteristik bisnis perseroan. Menurutnya, perseroan hanya akan melakukan penarikan pinjaman apabila sudah mendapatkan penyewa jangka panjang yang bonafide.

Dengan karakteristik tersebut, perseroan akan terhindar dari biaya dana seperti yang akan ditanggung apabila meggalang dana lewat instrumen surat utang.

Faktor lain yang mendorong perseroan mengandalkan pinjaman bank adalah belum kondusifnya pasar keuangan saat ini. Dengan demikian, opsi menggalang dana lewat penerbitan obligasi ataupun penerbitan saham baru tidak menjadi prioritas.

Padahal, pada awal tahun ini perseroan telah menyatakan akan melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue. Mulanya, perseroan berencana melakukan melepas sebanyak-banyaknya 1,25 miliar saham baru dengan nominal Rp100 per saham.

“Utang bank secara efektif lebih kompetitif daripada obligasi. Untuk issue bond atau penerbitan saham saat ini juga kurang kondusif. Rencana rights issue kami tunda karena marketnya belum siap dan harus menggunakan RUPS [Rapat Umum Pemegang Saham],” ujarnya.

Dia mengatakan meski tetap gencar mencari pendanaan dan mengeluarkan belanja modal, perseroan memperkirakan pasar penyewaan mobil secara umum akan menurun. Hal ini terjadi seiring meningkatnya dampak pandemi Covid-19.

Meski begitu dia mengatakan bahwa kondisi ini tetap menjadi peluang bagi perseroan. Dia memperkirakan pemerintah dan korporasi swasta maupun pelat merah akan memprioritaskan alokasi dana kepada bisnis inti.

Dengan demikian, penggunaan kendaraan untuk operasi dan transportasi perusahaan diperkirakan akan dialihkan ke dalam bentuk sewa.

“Di samping itu, kami memperkirakan akan terjadi konsolidasi dari industri rentalnya sendiri. Sehingga peluang pasarnya masih ada karena provider-nya berkurang,” ujarnya.

Meski begitu, perseroan tetap mewaspadai ketidakpastian yang bisa terus meningkat akibat pandemi Covid-19. Hingga saat ini, perseroan masih mengevaluasi potensi pendapatan dan laba pada tahin ini.

Menurutnya, perseroan lebih berfokus untuk mengamankan fasilitas pendanaan terlebih dahulu. Selain untuk menghadapi dampak Covid-19, dana ini akan menjadi motor utama perusahaan untuk meraup keuntungan setelah pandemi terselesaikan.

Pada tahun lalu, perseroan membukukan laba senilai Rp110,4 miliar, turun 23 persen secara year on year (yoy). Penyebab utamanya adalah meningkatnya beban keuangan perseroan secara signifikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper