Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lembaga Pemeringkat Ramai-Ramai Pangkas Prospek dan Peringkat Emiten

Sejumlah lembaga pemeringkat baik nasional maupun internasional telah menurunkan peringkat dan/atau peringkat korporasi dalam beberapa pekan terakhir.
Menara Astra. Gedung perkantoran ini menjadi lokasi kantor pusat PT Astra International Tbk./astra.co.id
Menara Astra. Gedung perkantoran ini menjadi lokasi kantor pusat PT Astra International Tbk./astra.co.id

Bisnis.com, JAKARTA — Potensi pelemahan kinerja sejumlah sektor bisnis akibat penyebaran pandemi COVID-19 berdampak terhadap pemangkasan peringkat dan prospek beberapa korporasi di Indonesia oleh lembaga pemeringkat.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com, sejumlah lembaga pemeringkat baik nasional maupun internasional telah menurunkan peringkat dan/atau peringkat korporasi dalam beberapa pekan terakhir.

Fitch Ratings misalnya, telah merevisi peringkat dan outlook sejumlah emiten di sektor properti sejalan tingginya ekspos terhadap dampak penyebaran COVID-19.

Director, Corporates Fitch Ratings Olly Prayudi menyebut sektor properti dan crude palm oil (CPO) menjadi yang paling terekspos dari dampak penyebaran COVID-19. Hal itu berdasarkan hasil analisis terhadap portofolio emiten yang mereka ulas.

Dia menjelaskan bahwa kedua sektor itu telah mengalami tekanan sejak 2019. Untuk sektor CPO, rendahnya harga komoditas telah menekan emiten produsen kelapa sawit.

Adapun, emiten properti mengalami tekanan akibat penjualan properti yang masih lesu tahun lalu.

“Karena hal tersebut, banyak dari emiten yang kami cover di dua sektor itu memiliki headroom peringkat yang rendah ketika memasuki 2020. Fitch Ratings juga memberikan outlook negatif kepada dua sektor tersebut untuk 2020,” jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (28/4/2020).

Olly mengungkapkan Fitch Ratings telah melakukan tindakan pemeringkatan baru-baru ini terhadap emiten sektor properti. Hal itu sejalan dengan tingginya ekspos perusahaan di sektor itu terhadap penyebaran COVID-19.

Baru-baru ini, Fitch Ratings memangkas peringkat PT Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI) dari “B” menjadi “B-“. Selanjutnya, lembaga pemeringkat internasional itu juga telah menurunkan outlook atau prospek dari PT Modernland Realty Tbk. (MDLN) dan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. (KIJA) dari stabil menjadi negatif.

Dia menuturkan emiten properti merupakan salah satu yang memiliki foreign exchange mismatch terbesar karena menerbitkan obligasi berdenominasi dolar Amerika Serikat. Padahal, seluruh pendapatan dihasilkan dalam rupiah.

“Tetapi rata-rata emiten properti besar yang kami cover melakukan lindung nilai terhadap eksposur mata uang asing mereka sedangkan untuk sektor kelapa sawit mereka memiliki natural hedge karena harga komoditas yang dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat,” jelasnya.

Olly menambahkan masih akan terus memonitor emiten di sektor kelapa sawit yang mereka ulas. Hal itu khususnya menyangkut keadaan industri dan perubahan profil kredit.

Pekan lalu, S&P Global Ratings juga mengubah peringkat sejumlah perusahaan Indonesia. Keputusan itu sejalan berubahnya prospek atau outlook negara Indonesia dari stabil menjadi negatif.

Dalam publikasinya, S&P Global Ratings merevisi outlook empat perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) dari stabil ke negatif. Empat perseroan itu yakni PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk.

“Revisi ini mencerminkan sensitivitas entitas-entitas ini terhadap peringkat kredit negara di Indonesia, mengingat hubungan dan kepemilikan mayoritas oleh pemerintah,” Tim Analis Kredit S&P Global Ratings dalam laporannya.

Perubahan outlook Pertamina juga berimbas kepada entitas anak usahanya, PT Perusahaan Negara Tbk. (PGAS). Proyeksi produsen gas milik negara itu diturunkan dari stabil menjadi negatif.

Selain lima perseroan dari keluarga pelat merah, S&P Global Ratings juga merevisi outlook PT Astra International Tbk. (ASII). Outlook emiten berkapitalisasi Rp151,41 triliun direvisi dari stabil menjadi negatif.

Langkah serupa juga telah dilakukan oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Dari data di laman resmi perseroan, setidaknya ada sejumlah emiten yang telah penurunan peringkat dan/atau outlook.

“Sudah ada beberapa perusahaan yang kami turunkan peringkat dan/atau outlooknya,” ujar Direktur Rating PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Vonny Widjaja saat dimintai konfirmasi.

Teranyar, Pefindo baru saja mempertahankan peringkat idA- untuk PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI). Namun, outlook perseroan telah direvisi dari stabil menjadi negatif pada 7 April 2020.

Pefindo menurunkan peringkat PT Modernland Realty Tbk. (MDLN) dari idA-/negatif menjadi idBBB/creditwatch dengan implikasi negatif. Selanjutnya, peringkat PT Panorama Sentrawisata Tbk. (PANR) juga direvisi dari idBBB+/negatif menjadi idBBB-/negatif.

Sebelumnya, Vonny menjelaskan bahwa cukup banyak sektor yang berpotensi mengalami pelemahan akibat imbas penyebaran COVID-19 serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Namun, dampak yang ditimbulkan menurutnya berbeda mulai dari kategori rendah, sedang, hingga tinggi.

Vonny menyebut sektor yang terpengaruh langsung oleh COVID-19 yakni pariwisata seperti bisnis agen perjalanan, hotel dan restoran, serta usaha terkait transportasi seperti maskapai penerbangan dan bandar udara. Selain itu, sektor ritel dan restoran khususnya yang memiliki gerai di mall akan terdampak.

Selain imbas penyebaran COVID-19, dia menyebut Pefindo juga sedang mereview beberapa sektor yang memiliki paparan tinggi terhadap pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal itu khususnya bagi perusahaan yang memiliki kebutuhan bahan baku impor yang tinggi dan jumlah utang dalam mata uang asing yang signifikan.

Kendati demikian, Vonny menyatakan pelemahan terhadap sektor atau industri tidak serta merta menurunkan peringkat kredit perseroan beserta surat utang yang dimiliki. Pasalnya, penurunan atau downgrade akan bergantung kepada fundamental tiap perusahaan.

“Bisa jadi kalau penurunan peringkat perusahaan akan berbeda-beda walaupun di sektor yang sama. Secara bisnis atau secara umum memang ada pengaruhnya, namun tetap harus dianalisis per masing-masing perusahaan untuk menentukan dampaknya terhadap peringkat perusahaan tersebut,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper